Thursday, January 26, 2012

Beberapa Orang Kenamaan Keturunan Bawean

[sim] ARTIKEL : Kisah Orang Boyan(Bawean)
Sirajuddin Abbas
Mon, 08 Sep 2008 14:44:42 -0700

*"mungkin tidak ramai yg mengetahui masyarakat bawean dimalaysia ini
diiktiraf dan dikenali...ada beberapa nama besar yg berketurunan bawean yg
mungkin kamu kenali.....
Tan Sri Musa Hassan - Ketua Polis Negara
** Dato' Jalaluddin Hassan - pelakon popular
*Datuk Aziz Sattar dan S. Samsudin* - dramatis veteran*
*Aznil hj nawawi - pengacara #1 malaysia(walaupun dia tidak mengaku)
*Allahayarham penyayi Rafeah Buang, Datuk Yusni Hamid pun orang Bawean.
Pelakon Saleh Kamil yang sering memegang watak jahat adalah orang Bawean.
Tahun 60an orang Bawean banyak menubuhkan band seperti The Swalow yang
terkenal dengan lagu 'Nga Lompak Ago go" lagu-lagu Bawean juga terkenal dan
menjadi hit tahun 60 seperti nyayian Kassim Selamat tajuk 'La Obe"
*dan ada beberapa menteri di parlimen malaysia yg berketurunan bawean
juga....tapi kebanyakan mereka itu mungkin ada juga yg agak malu utk
mengakuinya tapi terpulang utk individu itu sendiri la kan.....mungkin
mereka ada sebab mereka sendiri.... *"

"Anak2 keturunan bawean yang malu mahu mengaku sebagai anak bawean malahan
akan rasa lebih rendah diri kalau disebut "anak boyan" padahal semua anak
anak suku kaum bawean, bugis, jawa, banjar, minang dan sebagainya di MLY
lebih dikenali sebagai "orang melayu" gitu.....dan hak mereka sebagai WNM
adalah sama iaitu keturunan Melayu dengan berstatus bumiputra yang mempunyai
hak hak istemewa mengikut Perlembagaan Negara Malaysia".


*+
*
Para perantau asal Bawean sudah beberapa generasi bermukim di Malaysia.
Bahkan, sebagian besar di antara mereka telah melepas status sebagai warga
negara Indonesia. Namun, dengan berbagai cara, para perantau itu tetap
berusaha mempertahankan tradisi nenek moyang mereka. KOMUNITAS orang Bawean
di Malaysia biasa disebut dengan orang Boyan. Mereka tersebar di hampir
seluruh negeri (negara bagian). Warga pulau kecil yang berlokasi di Jawa
Timur itu tergolong sebagai perantau awal di negeri jiran. Bahkan, sebelum
negara Malaysia berdiri. Ada yang baru dua generasi, tapi ada juga sudah
empat generasi. Nasib mereka pun beragam. Ada yang jadi abdi negara di
kantor pemerintahan Malaysia sampai pekerja kasar.

Saat ini, sedikitnya ada 120 ribu orang Boyan di Malaysia. Mereka tergabung
dalam Persatuan Bawean Malaysia (PBM). ''Sebenarnya, anggota PBM 40 ribu
orang saja. Sebab, yang jadi anggota yang sudah jadi warga negara Malaysia.
Sementara, 80 ribu masih anggota istimewa karena masih berstatus warga
negara Indonesia (WNI),'' kata Supiyati Mat Har, ibu enam anak asal Bawean
yang sudah sejak usia 4 tahun menetap di Malaysia.

Begitu banyaknya warga Bawean di Malaysia, mereka sampai membentuk
perkampungan-perkampungan. Misalnya, di kawasan Gombak, Kuala Lumpur, yang
memang dikenal sebagai kawasan Boyan. Baju boleh Malaysia, tapi adat Bawean
tak boleh musnah. Itulah semboyan komunitas Boyan. Mereka berpegang teguh
pada warisan nenek moyangnya. Mulai kesenian, cara berkomunikasi, dan
simbol-simbol kehidupan lain. ''Adat-istiadat itu penting karena ini warisan
nenek moyang. Makanya, orang tua selalu meneruskan kepada anak-anaknya meski
anak-anaknya sudah jadi warga negara Malaysia,'' tutur Yati, panggilan
Supiyati.

Misalnya, seni hadrah atau yang biasa disebut kompangan oleh penduduk
Malaysia. Seni menabuh terbang, sambil menyanyikan lagu-lagu Islami itu,
tetap menjadi bagian penting warga Bawean. Dalam setiap acara perkawinan
atau hajatan lain, komunitas Bawean seakan wajib menampilkan kesenian
tersebut. Karena itu, di Malaysia kelompok hadrah mencapai 47 grup. ''Itu
yang tercatat karena sempat dilombakan di sini. Tapi, bisa jadi jumlahnya
lebih dari itu,'' kata Tabrani bin KH Ahmad Rawi, tokoh masyarakat Bawean di
Malaysia.
Pria 58 tahun yang bekerja sebagai kontraktor itu mengepalai sebuah kelompok
hadrah yang diberi nama Miftahul Ulum. Kelompok tersebut memiliki 150 orang
anggota. ''Mayoritas anggota kami sudah warga negara sini. Kelompok kami
berdiri sejak 1980-an,'' tutur Tabrani.

Seni hadrah tidak sekadar menjaga warisan nenek moyang. Dari kesenian itu,
kelompok-kelompok hadrah mampu mendapatkan keuntungan cukup banyak. Bahkan,
sebagian kelompok menyumbangkan hasil manggung untuk membangun tanah
kelahirannya, Bawean. Contohnya, kelompok Miftahul Ulum. Hampir setiap bulan
mereka menyisakan hasil manggung untuk mendirikan dan membiayai sebuah
madrasah. ''Alhamdulillah, kami bisa bantu tsanawiyah di Desa Sukaoneng,
Tambak, Bawean. Kami kirim Rp 4 juta untuk membantu guru-guru di sekolah
itu,'' ucap bapak tiga anak tersebut.

Selain itu, Miftahul Ulum mampu mendirikan sebuah masjid di kampung halaman
Tabrani. ''Selama dua tahun, kami mengumpulkan RM 80 ribu (sekitar Rp 200
juta) untuk membangun masjid,'' ungkapnya. Dia tidak bisa memastikan berapa
banyak pundi-pundi ringgit dikumpulkan Miftahul Ulum setiap bulannya. Yang
pasti, dalam seminggu, kelompoknya bisa manggung dua kali. Sekali tampil,
kelompok hadrah paling tidak mendapatkan bayaran RM 400 (sekitar Rp 1 juta).
''Tergantung banyak sedikitnya personel yang kami bawa. Kalau lebih banyak,
harganya lebih tinggi,'' tandasnya.

Tabrani yang tinggal di Malaysia sejak 1975 menuturkan, orang tua harus
sedikit memaksa anak-anaknya untuk belajar tentang warisan Bawean. Sebab,
mereka menganggap budaya asal tanah kelahirannya tersebut masih lebih baik
daripada budaya anak muda zaman sekarang. "Mengajak anak muda untuk belajar
budaya Bawean memang sedikit susah. Selain mereka sudah warga negara
Malaysia, anak-anak juga sudah terpengaruhi budaya luar. "Tapi, kami tetap
berusaha mengajarkan kepada anak-anak. Sebab, semacam kesenian hadrah kan
anak-anak dikenalkan cerita-cerita nabi dan keteladanan lainnya,'' tutur
Tabrani yang tinggal di Kampung Cangkat, Gombak.

Karena itu, untuk membuat anak-anak muda Bawean tertarik, banyak kelompok
hadrah yang memodifikasi lagu-lagu dangdut atau pop yang cukup terkenal.
Misalnya, lagu Putri Panggung yang dipopulerkan oleh pendangdut Uut
Permatasari. ''Kami mengganti lirik lagu itu dengan bacaan-bacaan cerita
keteladanan nabi dalam buku Barzanji,'' kata Syarifudin bin Zairasy,
pimpinan kelompok hadrah Raudattul Muttaqien.

Untuk membentuk grup, komunitas Bawean masih bergantung pada Indonesia.
Mereka masih menggunakan peralatan musik dari negara asalnya. ''Suara
terbang dan peralatan lain di Malaysia beda dengan di Indonesia. Suaranya
alat-alat dari Indonesia lebih bagus. Makanya, kami harus impor dari
Indonesia,'' tutur Syarifudin lantas tersenyum.

Hadrah bisa dibilang naik daun di Malaysia. Kelompok komunitas Bawean tidak
hanya tampil di kampung-kampung untuk hajatan warga. Kini, mereka juga
langganan diundang pemerintah Malaysia. ''Kami sering tampil di semacam
kantor-kantor dinas. Hingga main di gedung DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)-nya
Malaysia. Setiap tahun, pemerintah Malaysia juga mengadakan festival hadrah
tingkat nasional,'' ucapnya.

Bahkan, sekarang, banyak penduduk asli Malaysia yang membuat grup hadrah.
Meski cara bermainnya sedikit beda dengan hadrah dari Bawean, Syarifudin
tetap khawatir. "Bagaimana kalau kesenian ini akan dipatenkan oleh
Malaysia,'' ujar pria 39 tahun itu. Selain kesenian, komunitas Bawean di
Malaysia juga masih kukuh mempertahankan bahasa daerahnya (bahasa Madura
dialek Bawean). Orang tua juga seakan memaksa anak-anaknya yang sudah
menjadi warga negara Malaysia tetap menggunakan bahasa ibu mereka.

Kata dia, komunitas Bawean di mana saja seperti itu. Tak hanya di Malaysia.
Di Singapura komunitas Bawean juga berkomunikasi dengan bahasa Bawean.
"Bahkan, ada yang tidak bisa bahasa Indonesia. Sebab, sejak lahir, anak-anak
mereka hanya menggunakan bahasa Bawean dan bahasa Inggris,''' tutur Yati.
Yang menarik, dari segi kebangsaan, anak-anak dari pasangan orang tua Bawean
itu sudah merasa bagian yang tidak terpisahkan dari Malaysia. Mereka lebih
cinta negara kelahirannya daripada negara orang tuanya.

''Itu kelihatan kalau sedang ada pertandingan sepak bola atau bulu tangkis.
Saat nonton bareng, anak-anak selalu membela tim Malaysia, sedangkan orang
tua dukung Indonesia. Sehingga, kadang-kadang bergaduh,'' kata Tabrani,
lantas tertawa lepas.(*

No comments:

Post a Comment