Pulau Bawean sering disebut Pulau Putri atau Pulau Bidadari, karena banyak laki-laki muda yang merantau ke Pulau Jawa atau bahkan ke luar negeri.
Mereka yang bekerja di luar negeri, terutama ke Malaysia dan Singapura, membentuk perkampungan komunitas yang biasa disebut orang Boyan.
Secara geografis, Bawean adalah sebuah pulau di Laut Jawa yang terletak 81 mil atau 150 km utara Pulau Jawa. Pulau ini dihuni lebih dari 100.000 jiwa atau sekitar 65.000 orang yang ber KTP. Mereka tersebar di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Sangkapura dan Tambak. Kebanyakan warganya bekerja sebagai TKI, sebagian lagi menjadi nelayan atau petani.
Selama ini, satu-satunya sarana menuju pulau itu adalah kapal laut. Ada dua jenis kapal yang melayari rute tersebut, yaitu KMP Ekspres Bahari 8-B dengan waktu tempuh tiga jam. Satunya lagi, KM Dharma Kartika yang menempuh waktu sembilan jam.
Kedua kapal itu, tidak akan berlayar bila ombak mencapai lima meter. Biasanya, pada bulan Agustus hingga Oktober, cuaca sangat ekstrim sehingga pelayaran biasanya ditunda.
Etnis mayoritas penduduk Bawean adalah Suku Bawean, Suku Jawa, Madura, Bugis dan Mandailing.
Kata Bawean berasal dari bahasa Sansekerta, yang berarti ada sinar matahari. Menurut legenda, sekitar tahun 1350, sekelompok pelaut dari Kerajaan Majapahit terjebak badai di Laut Jawa dan akhirnya terdampar di Pulau Bawean pada saat matahari terbit.
Awal abad ke-16, agama Islam masuk ke Bawean yang dibawa oleh Maulana Umar Mas’ud. Makamnya di pantai Selatan Kecamatan Sangkapura. Sedang di pantai utara, tepatnya di atas dataran tinggi Sumber Desa Diponggo ada makam ulama wanita penyebar Islam, Waliyah Zainab.
Bawean memiliki pariwisata yang cukup menawan, terutama pantainya. Ada juga danau di tengah-tengah pulau bernama Danau Kastoba.
Satwa khas Bawean adalah rusa (axis kuhli). Selain itu, juga terdapat batu onyx. Sejenis batu marmer, yang biasa dijadikan sebagai hiasan dan juga lantai.
No comments:
Post a Comment