AHAD, 13 MEI 2012
MAKASSAR,- "Innaliillahi wainna ilaihirajiun. Sulsel kehilangan lagi ulama besar." Demikian pesan duka yang disebar Kantor Kementerian Agama Wilayah Sulsel, Minggu (13/5/2012) pagi, mengabarkan wafatnya Anre Gurutta, KH Wahab Zakaria MA, salah satu pimpinan pondok pesantren Darul Dakwah wal Irsyad (DDI) Mangkoso, Barru, Sulsel.
Gurutta Wahab Zakaria, (65) wafat di RS Awal Bross, Jl Urip Sumiharjo, Makassar, sekitar pukul 07.45 Wita, Minggu pagi.
Pusat Informasi NU Siaga Sulsel, bahkan mengabarkan berita duka ini, dan menyebarkannya kepada sekitar 120 ribu member SMS Centernya dengan menggunakan penaggalan hijriyah.
"Innalillahi, Ahad 21 Jumadil Akhir 1433 H, Gurutta Wahab Zakaria MA, ulama kharismatik Sulsel dan meninggalkan kita. Kirimkan Alfatihah kepada beliau," demikian bunyi pesan itu.
Kasubag Hukum, Hubungan Masyarakat Kantor Kemenag Sulsel Muhammad Tonang, Sabtu (12/5/2012) siang, bahkan sudah mengabarkan kondisi ulama yang pernah menjadi anggota DPRD Barru, dua periode ini.
"Gurutta Wahab terjatuh setelah acara akad nikah keluarganya di Soppeng. Saat ini, Gurutta Wahab dalam perjalanan menuju RS. Faisal Makassar dalam kondisi tidak sadar. Mohon kepada seluruh alumni agar mengirimkan do'a semoga Gurutta Wahab lekas siuman dan tdk terjadi apa2. Bagi yang berdomisili di Makassar, bisa bersama-sama menunggu kedatangan Gurutta di RS. Faisal ba'da Maghrib."
Belakangan, setelah kondisinya yang tak sadarkan diri, Gurutta Wahab dipindahkan ke RS Awal Bross, rumah sakit milik keluarga anggota DPD RI M Aksa Mahmud.
Bersama Pemimpin DDI Mangkoso, AGH Faried Wadjedi MA, almarhum Gurutta Wahab termasuk salah seorang ulama yang ikut memordinisasi model pendidikan di Ponpes DDI Mangkoso, di paruh awal dekade 1980-an.
Gurutta, yang selama 10 tahun dan meraih master bidang bahasa arab dan pendidikan di Universitas Al Azhar Kairo ini, ikut membantu perubahan model pendidikan diniyah ala santri sorongan (mappangaji dan makkanre guru dengan duduk bersila di masjid dan rumah kiai)
Menjadi model klasikal.
Almarhumlah yang menggagas pendidikan diniyah terfokus setahun kepada calon santri dengan hanya mempelajari lima mata pelajaran klasikal selama setahun penuh, dengan jumlah rombongan belajar hanya 25 satu kelas. Model pendidikan itu dinamai Iddadiyah, atau kelas persiapan selama setahun.
Bersama Gurutta Wadjedi, ulama kelahiran Pamekasan, Madura ini jugalah yang merintis pemisahan kampus putra dan putri DDI Mangkoso tahun 1986.
Kini, almarhum menjadi pimpinan Kampus Putra DDI Mangkoso di bukit Tonronge, sekitar 2 km dari kampus pusat DDI Mangkoso, di Jl Poros Makassar Parepare, km 86.
No comments:
Post a Comment