Monday, August 13, 2012

Tahlilan dan anak yang sholeh


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah/ amal jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)
Tahlilan adalah suatu acara yang intinya amal kebaikan berupa pembacaan surah Yasin dan tahlil yang dilakukan oleh para tamu dan diniatkan untuk kebaikan ahli kubur.
Tahlilan diselenggarakan oleh anak yang berupaya menjadi anak yang sholeh dengan melakukan amal kebaikan berupa menyambung tali silaturrahim dan memberikan makanan dan minuman pada pertemuan dan biasanya diakhiri dengan pemberian “berkat” bagi para pembaca tahlil.
Silaturrahim adalah ibadah kategori amal kebaikan (amal sholeh) merupakan apa yang kami katakan sebagai “ungkapan cinta” sedangkan amal ketaatan (menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya) adalah “bukti cinta”. Lebih jelasnya tentang perbedaan antara “ungkapan cinta” dengan “bukti cinta” silahkan lihat kembali tulisan pada..
…dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (QS An Nisaa’ [4]: 1)
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya silaturrahim adalah rasa cinta di dalam keluarga, menambah harta, dan memperpanjang umur.” (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi, dan ia berkata: hadits gharib dari jalur ini, dan diriwayatkan oleh al-Hakim, dan ia menshahihkannya, dan disetujui oleh adz-Dzahabi)
Barangsiapa yang ingin dimudahkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturrahim.” (Muttafaqun ‘alaih, dari hadits Anas bin Malik. Al-Bukhari 10/348, Muslim 2557, dan Abu Daud 1693)
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia menyambung hubungan silaturrahim, …” (Muttafaqun ‘alaih, al-Bukhari 10/336 dan Muslim no. 85.)
Telah bercerita kepada kami Muhammad bin ‘Abdur Rohim telah mengabarkan kepada kami Rouh bin ‘Ubadah telah bercerita kepada kami Zakariya’ bin Ishaq berkata telah bercerita kepadaku ‘Amru bin Dinar dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhu; Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang ibunya telah meninggal dunia: “Apakah dapat bermanfaat baginya bila aku bershadaqah atas namanya? Beliau bersabda: Ya. Lalu laki-laki itu berkata:  “Sesungguhnya aku memiliki kebun yang penuh dengan bebuahannya dan aku bersaksi kepada Tuan bahwa aku menshadaqahkan kebun itu atas namanya“. (HR Bukhari 2563 )
“Telah menceritakan kepada kami Hisyam dari bapaknya dari Aisyah bahwa seorang laki-laki mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata,Wahai Rasulullah, ibuku meninggal secara tiba-tiba dan ia tidak sempat berwasiat. Menurut dugaanku, seandainya ia sempat berbicara, mungkin dia akan bersedekah. Apakah ia akan mendapatkan pahalanya jika aku bersedekah atas namanya? beliau menjawab: Ya.” (HR Muslim 1672)
Berdasarkan petunjukNya (Al-Qur’an dan Hadits) di atas, maka kita dapat kita pahami bahwa tahlilan yang diselenggarakan oleh seorang anak yang berupaya menjadi anak yang sholeh dengan menyambung tali silaturrahim dan memuliakan tamu adalah amal kebaikan (amal sholeh).
Amal kebaikan (amal sholeh) yang dilakukan oleh anak ahli kubur yang diniatkan untuk orang tuanya (ahli kubur) akan sampai pahalanya kepada orang tuanya (ahli kubur).
Mereka selain mempermasalahkan tahlilan , juga mempertanyakan apakah bermanfaat pembacaan surah Yasin, tahlil, dll bagi ahli kubur.
Pembacaan doa , pembacaan Al-Qur’an seperti surah Yasin maupun pembacaan Tahlil adalah amal kebaikan (amal sholeh)
Dari Abu Dzar r.a. berkata, bahwasanya sahabat-sahabat Rasulullah saw. berkata kepada beliau: “Wahai Rasulullah saw., orang-orang kaya telah pergi membawa banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka dapat bersedekah dengan kelebihan hartanya.” Rasulullah saw. bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan untukmu sesuatu yang dapat disedekahkan? Yaitu, setiap kali tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, menyuruh pada kebaikan adalah sedekah, melarang kemungkaran adalah sedekah, dan hubungan intim kalian (dengan isteri) adalah sedekah.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya dan dia mendapatkan pahala?” Rasulullah saw. menjawab, “Bagaimana pendapat kalian jika ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, apakah ia berdosa? Demikian juga jika melampiaskannya pada yang halal, maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim 1674)
Pembacaan doa , pembacaan Al-Qur’an seperti surah Yasin maupun pembacaan Tahlil dan amal kebaikan lainnya akan mendapatkan kebaikan (sampai pahalanya) kepada ahli kubur pada hakikatnya lantaran amal kebaikan yang dilakukan oleh ahli kubur selama hidupnya yakni menjalin silaturrahim (amal jariyah) dengan para tamu tahlilan.
Sholat Jenazah, doa bagi ahli kubur , pada hakikatnya menjadi kebaikan bagi ahli kubur dikarenakan amal jariyah (amal kebaikan) yang dilakukan oleh ahli kubur semasa hidupnya yakni “menjalin silaturraihm”. Tentu bagi yang tidak mengenal ahli kubur , tidak akan sesemangat atau secinta (penuh rasa cinta) yang mengenal ahli kubur dalam melaksanakan sholat jenazah maupun mendoakan ahli kubur. Silaturrahim adalah hakikat “jalan” sampainya doa dan amal kebaikan yang dilakukan orang yang hidup bagi ahli kubur.
Dari Ma’qil bin Yasar ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Bacakanlah surat Yaasiin atas orang yang meninggal di antara kalian.” (HR Abu Daud, An-Nasaa’i dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)
Jantungnya Al-Quran adalah surat Yaasiin. Tidak seorang yang mencintai Allah dan negeri akhirat membacanya kecuali dosa-dosanya diampuni. Bacakanlah (Yaasiin) atas orang-orang mati di antara kalian.” (Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)
Hadits ini dicacat oleh Ad-Daruquthuny dan Ibnul Qathan, namun Ibnu Hibban dan Al-Hakim menshahihkannya.
Adalah Ibnu Umar ra. gemar membacakan bagian awal dan akhir surat Al-Baqarah di atas kubur sesudah mayat dikuburkan. (HR Al-Baihaqi dengan sanad yang hasan).
Selengkapnya mengenai “transfer pahala” bisa membaca tulisan 
Selain itu mereka juga mempermasalahkan bilangan hari dalam acara tahlilan yang menurut mereka serupa dengan orang Hindu.
Apakah segala yang serupa pada orang non muslim pastilah sebuah keburukan ?
Bahkan Ustadz Abdul ‘Aziz (mantan Hindu) sudah mengakui kesalahannya dalam tausiyahnya “tahlilan bukan dari Islam”. Selain itu, ia juga mengakui bahwa selama ini ia menafsiri Al-Qur’an dan Hadits dengan akalnya sendiri dan banyak salahnya. Hal ini dapat diketahui pada..
Kitapun harus ingat bahwa segala sesuatu yang tidak pernah dikerjakan Salafush Sholeh adalah tidak selalu berati tidak baik.
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS al-Hasyr [59]:7)
Apa yang aku perintahkan maka kerjakanlah semampumu dan apa yang aku larang maka jauhilah“. (HR Bukhari).
Keduanya menjelaskan bahwa kita disuruh meninggalkan sesuatu terbatas pada apa yang dilarang Rasulullah, bukan pada apa yang tidak dikerjakannya. Hal ini telah kami sampaikan dalam tulisan pada...
Mereka yang bepermahaman bahwa segala sesuatu yang tidak pernah dicontohkan/dilakukan oleh para Salafush Sholeh adalah pasti tidak baik adalah mereka yang terpengaruh kaidah tanpa dalil dari Al_Qur’an dan Hadits yakni “LAU KANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIH” (Seandainya hal itu baik, tentu mereka, para sahabat akan mendahului kita dalam melakukannya). Hal ini telah pula kami sampaikan dalam tulisan pada..
Bilangan hari dalam acara tahlilan selama yang melaksanakan tahlilan tidak meyakini sebagai suatu kewajiban (jika tidak dilaksanakan berdosa) adalah sama dengan bilangan dalam amal kebaikan lainnya hukumnya mubah (boleh) seperti bilangan dzikir, bilangan sholawat.
Contoh dalam penetapan bilangan sholawat tidaklah menjadi masalah, namun semakin besar sebuah amal kebaikan (amal sholeh) maka akan semakin besar pula kebaikan (pahala) yang akan di dapat.
Angka-angka bilangan hanyalah sebagai bentuk keteraturan dan tidak ada satu ulamapun berpendapat jika keliru bilangannya maka tidak akan mendapatkan kebaikan (pahala)
”Bahwasanya seutama-utama manusia (orang yang terdekat) dengan aku pada hari kiamat adalah mereka yang lebih banyak bershalawat kepadaku.” (HR. An-Nasai dan Ibnu Hibban dari Ibnu Mas’ud ra).
Berkata Ubay,” Wahai Rasulullah, aku memperbanyak bershalawat atasmu, lantas berapa kadar banyaknya shalawat yang sebaiknya aku lakukan?”
Beliau saw menjawab,” Berapa banyaknya terserah padamu.”
Ubay berkata,” Bagaimana kalau seperempat (dari seluruh doa yang aku panjatkan)?”
Beliau menjawab,” Terserah padamu. Tetapi jika engkau menambah maka akan lebih baik lagi.”
Ubay berkata,” Bagaimana jika setengah?”
Beliau saw menjawab,” Terserah padamu, tatapi jika engkah menambah maka akan lebih baik lagi.”
Ubay berkata,” Bagaimana jika duapertiga?”
Beliau saw menjawab,”Terserah padamu, tetapi jika engkau menambah maka akan lebih baik lagi.”
Ubay berkata,” Kalau demikian maka aku jadikan seluruh doaku adalah shalawat untukmu.”
Bersabda Nabi saw,” Jika demikian halnya maka akan tercukupi segala keinginanmu dan diampuni segala dosamu.”
Hal yang harus diingat bagi yang melaksanakan amal kebaikan berupa tahlilan janganlah memaksakan diri, bahkan ada yang sampai berhutang.
Tahlilan bukanlah sebuah kewajiban yang jika ditinggalkan akan berdosa. Tahlilan adalah amal kebaikan (amal sholeh) dan masih banyak bentuk amal kebaikan (sholeh) lainnya.
Tidak mengapa jika tidak mampu menyelenggarakan tahlilan lebih utama mewujudkan menjadi anak yang sholeh akan lebih bermanfaat bagi orang tua kita (ahli kubur).
Anak yang sholeh yakni anak yang menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya serta berbuat kebaikan pada hakikatnya adalah bagaikan anak yang setiap saat (selalu) berdoa bagi orang tuanya yang telah wafat (ahli kubur).
Anak yang sholeh menjadikan kebaikan bagi dirinya dan orang tua yang telah wafat serta guru-guru mereka yang telah menyampaikan ilmuNya sebagai perwujudan “Ilmu yang dimanfaatkan” sesuai hadits yang telah kami sampaikan pada awal tulisan ini.
Wassalam

Sunday, August 5, 2012

Tafsir Surah al-Qadr






Tafsir Surah al Qadar.
Maksudnya:
1.Sesungguhnya kami telah turunkannya (al Qur’an) pada malam al qadr.
2.Dan apa jalannya engkau dapat mengetahui apa dia kebesaran Malam Lailatul-Qadar itu?
3.Malam al qadr itu lebih baik daripada seribu bulan
4.Turun malaikat2 dan malaikat Jibril padanya(malam al qadr) dengan izin Tuhan mereka membawa segala urusan.
5.Selamat sejahteralah ia(malam al qadr) sehinggalah terbit fajar (Subuh).

TAFSIRNYA
Lailatul Qadr juga dikenali dengan Lailatul Mubarakah sebagaimana yang disebut dalam firman Allah yang berbunyi, “Innaa anzalnahu fi lailatin mubaarakah.” yg maksudnya, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya(al Qur’an) pada malam yang penuh keberkatan”. Dan malam tersebut sudah pastinya di bulan Ramadhan, sebagaimana firman Allah yang bermaksud, “Bulan Ramadhan yang diturunkan padanya al Qur’an.” Ibn Abbas berkata: Allah telah menurunkan al Qur’an dalam jumlah yang satu (sekaligus) daripada lauh mahfuz ke baitul ‘Izzah di Langit Dunia. Kemudian ia diturunkan secara beransur-ansur berdasarkan kejadian yang berlaku sepanjang kehidupan Nabi Muhammad sebagai Rasulullah selama tempoh 23 tahun.

Ayat 2 & 3-ASAL USUL SERIBU BULAN
Diriwayatkan daripada Ibnu Abi Hatim daripada Mujahid bahawa ada seorang lelaki dari Bani Israil, namanya Syam’un. beliau merupakan seorang pahlawan Islam yang berjuang di jalan Allah selama seribu bulan. Selama perjuangannya seribu bulan, beliau tidak pernah dikalahkan oleh musuhnya.

Ada pula riwayat Ibnu Jarir daripada Mujahid juga, mengatakan beliau (lelaki Bani Israil) itu pada malam harinya sentiasa mendirikan ibadah malam sehingga subuh, manakala pada siang harinya berjihad menentang musuh sehinggalah menjelang petang selama seribu bulan.

Hikayat Sham’un
Imam Al Ghazali menceritakan kisah Sham’un dengan agak terperinci. Kisahnya begini: Sham’un merupakan seorang pahlawan di kalangan Bani Israil dan beliau tidak pernah dikalahkan musuh. Suatu hari, musuh nya berbincang cara untuk menewaskan Syam’un. Lalu mereka menghantar utusan kepada Isteri Syam’un untuk memperdayakannya. Utusan tersebut membawa satu bejana penuh dengan emas dan meminta isteri Syam’un supaya mengikat suaminya pada malam hari.Akibat tamakkan emas, isterinya sanggup mengikat Syam’un pada malam harinya. Keesokkan paginya, apabila Syam’un bangkit dari tidur, dengan mudahnya tali yang mengikatnya terputus satu demi satu. Lalu beliau bertanya kepada isterinya kenapa beliau diikat? Jawab isterinya, dia mahu menguji kekuatan Syam’un. Apabila pihak musuh mengetahui bahawa rancangan tersebut gagal, mereka berputus asa. Kemudian Iblis datang menemui mereka dan menasihati mereka agar meminta isteri Syam’un tanya suaminya itu apakah rahsia kekuatannya? Pada malam nya, si isteri bertanyakan Syam’un tentang perkara itu. Syam’un yang pada awalnya keberatan memberitahu, akhirnya mendedahkan rahsia kekuatannya terletak pada lapan helai janggutnya yang panjangnya hingga ke tanah. Setelah Syam’un terlena, si isteri pun memotong janggut suaminya yang hanya lapan helai itu lalu diikatnya pada kaki dan tangan Syam’un. Pihak musuh datang menangkap Syam’un dan membawanya ke rumah pasung untuk diseksa. Mereka menyeksa Syam’un dengan memotong sedikit demi sedikit anggota tubuh Syam’un seperti telinga, mulut dan lain-lain. Lalu Syam’un yang berada dalam kesakitan , berdoa kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk melawan musuhnya. Tiba-tiba Allah memakbulkan doa Syam’un , dan Syam’un menarik ikatan yang mengikatnya pada tiang2 besar di rumah pasung itu hingga menyebabkannya runtuh lalu menimpa musuh2nya sehingga mati.

Sambungan Tafsir
Sufyan as Thauri berkata, “telah disampaikan kepada aku daripada Mujahid bahawa malam al qadr lebih baik daripada seribu bulan (maknanya): amalannya, puasanya, dan mendirikan malamnya adalah lebih baik dari seribu bulan. Dan daripada Mujahid, Malam al qadr lebih baik daripada seribu bulan yang tidak ada malam al qadr padanya.

Daripada Abi Hurairah radhiallahu anhu berkata bahawa Rasulullah bersabda, “ Barangsiapa yang mendirikan malam al qadr dengan penuh keimanan dan mengharapkan keampunan dari Allah, diampunkan baginya dosanya yang telah lampau.”

Ayat 4-Malaikat Turun Bawa Rahmat dan Berkat
Malaikat-malaikat yang dimaksudkan dalam ayat ialah malaikat rahmat yang membawa segala rahmat dan keberkatan pada malam itu. Banyaknya malaikat turun menandakan banyaknya keberkatan dan rahmat turun pada malam al qadr. Keadaan ini samalah ketika turunnya Malaikat kepada orang yang sedang membaca al Qur’an atau orang yang duduk dalam majlis /halaqah zikr. Mereka melingkungi orang yang berzikir serta melabuhkan sayap mereka ke atas orang2 yang menuntut ilmu kerana memuliakan penuntut ilmu.

Manakala ar Ruh pula ialah Malaikat Jibril alaihissalam.Adapun “membawa segala urusan” membawa maksud segala taqdir berkaitan ajal dan rezeki, dan ketentuan segala perkara sebagaimana disebut oleh qatadah.

Ayat 5-Sejahtera hingga Subuh
Sejahtera di sini bermaksud Syaitan tidak dibenarkan melakukan perkara   jahat pada malam itu. Kata Qatadah dan Ibn Zaid , Rasulullah bersabda, “ Salaamun hia” bermaksud baik seluruhnya , tidak ada padanya(malam al qadr) kejahatan hinggalah terbitnya fajr(Subuh).

Adapun antara tanda Malam al Qadr ialah berdasarkan kepada hadis2 di bawah:

Dari ‘Ubay Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tidak menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi” [Hadis Riwayat Muslim 762]

Dari   Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Ertinya : (Malam) Lailatul Qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, (dan) keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah kemerah-merahan”[Tahayalisi 349, Ibnu Khuzaimah 3/231, Bazzar 1/486, sanadnya Hasan]

PENUTUP
Marilah kita sama2 mencari lailatul qadar pada 10 terakhir Ramadan sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang maksudnya, “…Maka carilah ia sungguh2 pada 10 malam yang terakhir dari Ramadhan.”

Hikmah Nuzulul Qur'an


Hikmah Nuzulul Qur'an - Dalam pembahasan Nuzulul Qur'an menurut Berbagai Madzab kita telah mengetahui bahwa Al-Qur'an diturunkan ke Baitul Izzahsecara langsung. Dari Baitul Izzah itulah, Al-Qur'an kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah SAW.

Nuzulul Qur'an yang kemudian diperingati oleh sebagian kaum muslimin mengacu kepada tanggal pertama kali Al-Qur'an diturunkan kepada Rasulullah SAW di gua Hira. Jika sebagian besar umat Islam di Indonesia meyakini 17 Ramadhan sebagai tanggal Nuzulul Qur'an, Syaikh Syafiyurrahman Al-Mubarakfury menyimpulkan Nuzulul Qur'an jatuh pada tanggal 21 Ramadhan.

Lepas dari berapa tanggal sebenarnya, Nuzulul Qur'an dalam arti turunnya Al-Qur'an kepada Rasulullah SAW secara bertahap atau berangsur-angsur itu memiliki beberapa hikmah sebagai berikut:

1. Meneguhkan hati Rasulullah dan para sahabat
Dakwah Rasulullah pada era makkiyah penuh dengan tribulasi berupa celaan, cemoohan, siksaan, bahkan upaya pembunuhan. Wahyu yang turun secara bertahap dari waktu ke waktu menguatkan hati Rasulullah dalam menapaki jalan yang sulit dan terjal itu.

Ketika kekejaman Quraisy semakin menjadi, Al-Qur'an menyuruh mereka bersabar seraya menceritakan kisah para nabi sebelumnya yang pada akhirnya memperoleh kemenangan dakwah. Maka, seperti yang dijelaskan Syaikh Syafiyurrahman Al-Mubarakfury dalam Rakhiqul Makhtum, Al-Qur'an menjadi faktor peneguh mengapa kaum muslimin sangat kuat menghadapi cobaan dan tribulasi dakwah dalam periode Makkiyah.

Di era madaniyah, hikmah ini juga terus berlangsung. Ketika hendak menghadapi perang atau kesulitan, Al-Qur'an turun menguatkan Rasulullah dan kaum muslimin generasi pertama.

2. Tantangan dan Mukjizat
Orang-orang musyrik yang berada dalam kesesatan tidak henti-hentinya berupaya melemahkan kaum muslimin. Mereka sering mengajukan pertanyaan yang aneh-aneh dengan maksud melemahkan kaum muslimin. Pada saat itulah, kaum muslimin ditolong Allah dengan jawaban langsung dari-Nya melalui wahyu yang turun.

Selain itu, Al-Qur'an juga menantang langsung orang-orang kafir untuk membuat sesuatu yang semisal dengan Al-Qur'an. Nyanta, walaupun Al-Quran turun berangsur-angsur, tidak seluruhnya, toh mereka tidak mampu menjawab tantangan itu. Ini sekaligus menjadi bukti mukjizat Al-Qur'an yang tak tertandingi oleh siapapun.

3. Memudahkan Hafalan dan Pemahamannya
Dengan turunnya Al-Qur'an secara berangsur-angsur, maka para kaum muslimin menjadi lebih mudah menghafalkan dan memahaminya. Terlebih, ketika ayat itu turun dengan latar belakang peristiwa tertentu atau yang diistilahkan dengan asbabun nuzul, maka semakin kuatlah pemahaman para sahabat.

4. Relevan dengan Pentahapan Hukum dan Aplikasinya
Sayyid Quthb menyebut para sahabat dengan "Jailul Qur'anil farid" (generasi qur'ani yang unik). Diantara hal yang membedakan mereka dari generasi lainnya adalah sikap mereka terhadap Al-Qur'an. Begitu ayat turun dan memerintahkan sesuatu, mereka langsung mengerjakannya. Interaksi mereka dengan Al-Qur'an bagaikan para prajurit yang mendengar intruksi komandannya; langsung dikerjakan segera.

Diantara hal yang memudahkan bersegeranya para sahabat dalam menjalankan perintah Al-Qur'an adalah karena Al-Qur'an turun secara bertahap. Perubahan terhadap kebiasaan atau budaya yang mengakar di masyarakat Arab pun dilakukan melalui pentahapan hukum yang memungkinkan dilakukan karena turunnya Al-Qur'an secara berangsur-angsur ini. Misalnya khamr. Ia tidak langsung diharamkan secara mutlak, tetapi melalui pentahapan. Pertama, Al-Qur'an menyebut mudharatnya lebih besar dari manfaatnya (QS. 2 : 219). Kedua, Al-Qur'an melarang orang yang mabuk karena khamr dari shalat (QS. 4 : 43). Dan yang ketiga baru diharamkan secara tegas (QS. 5 : 90-91).

5. Menguatkan bahwa Al-Qur'an benar-benar dari Allah yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji
Ketika Al-Qur'an turun berangsur-angsur dalam kurun lebih dari 22 tahun, kemudian menjadi rangkaian yang sangat cermat dan penuh makna, indah dan fasih gaya bahasanya, terjalin antara satu ayat dengan ayat lainnya bagaikan untaian mutiara, serta ketiadaan pertentangan di dalamnya, semakin menguatkan bahwa Al-Qur'an benar-benar kalam ilahi, Dzat yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.

Demikianlah, sebagian hikmah Nuzulul Qur'an, diturunkannya Al-Qur'an secara berangsur-angsur kepada Rasulullah SAW. Wallahu a'lam bish shawab. [Muchlisin. Maraji: : مابحث في علوم القران karya Syaikh Manna Al-Qaththan, رحيق المختوم karya Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury, dan معالم في الطريق karya Sayyid Quthb]

Friday, August 3, 2012

Apa yang perlu dilakukan?

Apa yang perlu dilakukan oleh seorang yang sedang menikmati makan atau sedang bersetubuh lalu ia terdengar azan yang menandakan fajar subuh telah terbit?

Hendaklah ia segera meluahkan makanan yang ada di dalam mulutnya sebelum masuk ke kerongkongnya.[1] Jika tidak diluahnya sebaliknya terus ditelannya makanan itu, maka batallah puasanya. Begitu juga, jika ketika fajar sedang terbit ia masih dala
m keadaan bersetubuh dengan isterinya, maka wajib ia mencabut zakarnya dengan segera. Dengan mencabutnya itu tidaklah batal puasanya sekalipun sesudah itu keluar mani. Namun jika ia tidak mencabutnya –yakni tidak menghentikan persetubuhannya dengan segera-, maka batallah puasanya. Bukan sekadar itu, wajib pula atasnya membayar kaffarah (iaitu berpuasa dua bulan berturut-turut) mengikut jumhur ulamak (Imam Malik, Syafi’ie dan Ahmad) kerana batal puasa itu berlaku dengan persetubuhan yang disengajakan. Mengikut mazhab Hanafi; ia wajib mengqadha puasa sahaja dan tidak wajib kaffarah.

[1] Ini adalah pandangan jumhur ulamak. Ada ulamak berpandangan ia boleh terus makan jika makanan telah ada di tangannya. Ini berdasarkan hadis Nabi s.a.w.; “Jika salah seorang dari kamu mendengar bunyi azan (subuh) sedang bekas air telah berada di tangannya, janganlah ia letak bekas hingga ia selesaikan keperluannya dari bekas itu (yakni hingga ia minum dari bekas itu)” (HR Abu Daud dari Abu Hurairah r.a.). (Lihat; al-Wajiz Fi Fiqh as-Sunnah Wa al-Kitab al-‘Aziz, hlm.