Saturday, October 26, 2013

Mengenal Ya’juj dan Ma’juj

Kemunculan sebuah bangsa yang akan menciptakan kekacauan serta kerusakan di muka bumi telah ditakdirkan Allah subhanahuwata’ala sebagai salah satu penanda kiamat besar. Siapakah dan bagaimanakah mereka?
Di dalam beberapa hadits tentang tanda-tanda hari kiamat kubra, disebutkan ada sepuluh tanda hari kiamat. Di antaranya adalah keluarnya Ya`juj wa Ma`juj. Berita tentang keluarnya Ya`juj wa Ma`juj bukan hanya mutawatir, bahkan disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Anbiya’ ayat 96-97: Hingga apabila dibukakan (dinding) Ya’juj dan Ma’juj,dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. Dan telah dekatlah datangnya janji yang benar (hari berbangkit), maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang yang kafir. (Mereka berkata): “Aduhai, celakalah kami, sesungguhnya kami dalam kelalaian tentang ini, bahkan kami adalah orang-orang yang dzalim.” Ibnu Katsir rahimahullahu menerangkan: mereka adalah dari keturunan Adam ‘alaihissalam dari keturunan Nabi Nuh ‘alaihissalam, dari anak keturunan Yafits yakni nenek moyang bangsa Turki yang terisolir oleh benteng tinggi yang dibangun oleh Dzulqarnain.
Sedangkan makna “min kulli hadabin yansilun” diterangkan oleh Ibnu Katsir ahimahullahu: yakni turun dari tempat-tempat yang tinggi dengan cepat dengan membuat kerusakan.
Demikian pula disebutkan dalam surat Al-Kahfi ayat 94: “Wahai Dzulqarnain, sesungguhnya Ya`juj wa Ma`juj merusak di muka bumi, kami akan siapkan imbalan yang besar agar kiranya engkau membuatkan benteng antara kami dengan mereka.” Adapun kalimat yang menunjukkan bahwa runtuhnya benteng Dzulqarnain dan keluarnya Ya`juj wa Ma`juj sebagai tanda dekatnya hari kiamat adalah ucapan Allah subhanahuwata’ala pada ayat ke-98:
“Ini adalah rahmat dari Rabbku…..” Ibnu Katsir rahimaullahu menyatakan: “Ini adalah dalil yang menunjukkan bahwa mereka tidak akan bisa melubanginya sedikitpun…” Sedangkan makna “Jika datang janji Rabbku” adalah: Jika telah dekat hari kiamat, Allah subhanahuwata’ala akan runtuhkan benteng tersebut. Demikian dikatakan oleh Ibnu Katsir rahimahullahu.

Ya`juj wa Ma`juj dari keturunan Adam ‘alaihissalam

Ya’juj wa Ma’juj adalah dari jenis manusia keturunan Adam q. Tidak seperti yang digambarkan oleh sebagian orang bahwa mereka bukanlah dari keturunan manusia. Hanya saja mereka adalah orang-orang yang merusak serta memiliki sifat dan perangai yang Allah subhanahuwata’ala takdirkan kepada mereka tidak seperti manusia pada umumnya.
Dalil yang menunjukkan bahwa mereka dari jenis manusia keturunan Adam ‘alaihissalam adalah apa yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dalam Kitabul Anbiya’ bab Qishah Ya’juj wa Ma’juj, dari Abu Sa’id Al-Khudri
Radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi Sallallahu’alaihiwassallam bersabda:
ن أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِي اللَّهم عَنْهم عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى ا عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَقُولُ ا تَعَالَى يَا آدَمُ فَيَقُولُ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ فِي يَدَيْكَ فَيَقُولُ أَخْرِجْ بَعْثَ النَّارِ قَالَ وَمَا بَعْثُ النَّارِ قَالَ مِنْ كُلِّ أَلْفٍ تِسْعَ مِائَةٍ وَتِسْعَةً وَتِسْعِينَ فَعِنْدَهُ يَشِيبُ الصَّغِيرُ ) وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ ا شَدِيدٌ ( قَالُوا يَا رَسُولَ ا وَأَيُّنَا ذَلِكَ الْوَاحِدُ قَالَ أَبْشِرُوا فَإِنَّ مِنْكُمْ رَجُلًا وَمِنْ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ أَلْفًا…
Allah subhanahuwata’ala berfirman kepada Adam: “Wahai Adam.” Maka Adam menjawab: “Labbaika wa sa’daika wal khairu fi yadaika (Aku sambut panggilan-Mu dengan senang hati dan kebaikan semuanya di tangan-Mu).” Kemudian Allah subhanahuwata’ala berfirman: “Keluarkan pasukan penghuni neraka.” Maka Adam bertanya: “Apa itu pasukan penghuni neraka?” Allah subhanahuwata’ala berfirman: “Mereka dari setiap seribu orang, sembilan ratus Sembilan puluh sembilan orang!” Maka ketika itu anak kecil menjadi beruban, setiap yang hamil melahirkan apa yang dikandungnya, dan kamu lihat orang-orang seakan-akan mabuk padahal mereka tidak mabuk, tetapi karena adzab Allah subhanahuwata’ala  yang sangat keras. Kemudian para sahabat bertanya: “Siapa yang satu itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Bergembiralah sesungguhnya penghuni neraka itu dari kalian satu dan dari Ya’juj wa Ma’juj seribu….” (HR. Al-Bukhari dengan Fathul Bari, juz 6 hal.382)
Dari hadits di atas kita dapatkan beberapa faedah:
Pertama: Ya’juj wa Ma’juj adalah calon penghuni neraka.
Kedua: jumlah Ya’juj wa Ma’juj sangat besar.
Ketiga: bahwa Ya’juj wa Ma’juj dari jenis manusia keturunan Adam.

Sifat-sifat Ya’juj wa Ma’juj

Walaupun mereka dari jenis manusia keturunan Adam, namun mereka memiliki sifat khas yang berbeda dari manusia biasa. Ciri utama mereka adalah perusak dan jumlah mereka yang sangat besar sehingga ketika mereka turun dari gunung seakanakan air bah yang mengalir, tidak pandai berbicara dan tidak fasih, bermata kecil (sipit), berhidung kecil, lebar mukanya, merah warna kulitnya seakan-akan wajahnya seperti perisai dan lain-lain. Disebutkan dalam riwayat Al-Imam Ahmad rahimahullahu, dari Ibnu Harmalah, dari bibinya, dia berkata:
وَهُوَ عَاصِبٌ إِصْبَعَهُ مِنْ n خَطَبَ رَسُولُ ا لَدْغَةِ عَقْرَبٍ فَقَالَ: إِنَّكُمْ تَقُولُونَ لَا عَدُوَّ وَإِنَّكُمْ لَا تَزَالُونَ تُقَاتِلُونَ عَدُوًّا حَتَّى يَأْتِيَ يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ عِرَاضُ الْوُجُوهِ صِغَارُ الْعُيُونِ شُهْبُ الشِّعَافِ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ كَأَنَّ وُجُوهَهُمُ الْمَجَانُّ الْمُطْرَقَةُ
Rasulullah sallallahu’alaihi wassallam berkhutbah dalam keadaan jarinya tersengat kalajengking. Beliau bersabda: “Kalian mengatakan tidak ada musuh. Padahal sesungguhnya kalian akan terus memerangi musuh sampai datangnya Ya’juj wa Ma’juj, lebar mukanya, kecil (sipit) matanya, dan ada warna putih di rambut atas. Mereka mengalir dari tempat-tempat yang tinggi, seakan-akan wajah-wajah mereka seperti perisai.” (HR. Ahmad)

Ya`juj dan Ma`juj Sudah Ada Sekarang

Ya`juj dan Ma`juj sudah ada dan terus dalam keadaan turun-temurun (beranak pinak), tidak meninggal satu orang dari mereka, kecuali lahir seribu orang lebih. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Abdullah bin ‘Amr radhiallahuanhu yang diriwayatkan Al-Hakim rahimahullahu dalam Mustadrak-nya.
Namun alhamdulillah Allah subhanahuwata’ala telah bentengi mereka dari kita, yaitu dengan sebab menakdirkan munculnya Dzulqarnain yang dengan kemampuannya membuat benteng yang terbuat dari besi dan tembaga. Allah subhanahuwata’ala berfirman:  “Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi). Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan keduanya, suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan. Mereka berkata:
‘Hai Dzulqarnain, sesungguhnya Ya`juj dan Ma`juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan suatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?’ Dzulqarnain berkata: ‘Apa yang telah dikuasakan oleh Rabbku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka, berilah aku potongan-potongan besi.’ Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulqarnain: ‘Tiuplah (api itu).’ Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: ‘Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atas besi panas itu.’ Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melubanginya. Dzulqarnain berkata:
‘Ini (dinding) adalah rahmat dari Rabbku, maka apabila sudah datang janji Rabb-ku Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Rabbku itu adalah benar’.” (Al-Kahfi:92-98)

Kesombongan Ya’juj dan Ma’juj

Ya`juj dan Ma`juj ketika keluar tidaklah melewati sesuatu kecuali dirusaknya. Tidaklah melewati danau kecuali meminumnya hingga habis. Tidaklah mendapati manusia kecuali dibunuhnya sampai ketika mereka merasa menang membantai seluruh penduduk bumi, dia menantang penduduk langit. Inilah kesombongan yang luar biasa dari Ya`juj wa Ma`juj.
ثُمَّ يَسِيرُونَ حَتَّى يَنْتَهُوا إِلَى جَبَلِ الْخُمَرِ وَهُوَ جَبَلُ بَيْتِ الْمَقْدِسِ فَيَقُولُونَ: لَقَدْ قَتَلْنَا مَنْ فِي الْأَرْضِ هَلُمَّ فَلْنَقْتُلْ مَنْ فِي السَّمَاءِ. فَيَرْمُونَ بِنُشَّابِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ فَيَرُدُّ اللهُ عَلَيْهِمْ نُشَّابَهُمْ مَخْضُوبَةً دَمًا
“Kemudian mereka berjalan dan berakhir di gunung Khumar, yaitu salah satu gunung di Baitul Maqdis. Kemudian mereka berkata: “Kita telah membantai penduduk bumi, mari kita membantai penduduk langit.” Maka mereka melemparkan panah-panah dan tombak-tombak mereka ke langit. Maka Allah subhanahuwata’ala kembalikan panah dan tombak-tombak mereka dalam keadaan berlumuran darah.” (HR. Muslim dalam kitab Al-Fitan wa Asyrathus Sa’ah)
Yakni mereka mengira bahwa darah tersebut bukti kemenangan mereka melawan penduduk langit. Maka Allah subanauwata’ala binasakan seluruhnya pada saat puncak kesombongan mereka dalam waktu yang hampir bersamaan.
Binasanya Ya’juj dan Ma’juj dengan doa Nabi Isa ‘alaihissallam
Diriwayatkan dari An-Nawwas Ibni Sam’an dalam hadits yang panjang.
Di antaranya sebagai berikut:
إِذْ أَوْحَى اللهُ إِلَى عِيسَى إِنِّي قَدْ أَخْرَجْتُ عِبَادًا لِي لَا يَدَانِ لِأَحَدٍ بِقِتَالِهِمْ فَحَرِّزْ عِبَادِي إِلَى الطُّورِ وَيَبْعَثُ اللهُ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ فَيَمُرُّ أَوَائِلُهُمْ عَلَى بُحَيْرَةِ طَبَرِيَّةَ فَيَشْرَبُونَ مَا فِيهَا وَيَمُرُّ آخِرُهُمْ فَيَقُولُونَ لَقَدْ كَانَ بِهَذِهِ مَرَّةً مَاءٌ وَيُحْصَرُ نَبِيُّ اللهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ حَتَّى يَكُونَ رَأْسُ الثَّوْرِ لِأَحَدِهِمْ خَيْرًا مِنْ مِائَةِ دِينَارٍ لِأَحَدِكُمُ الْيَوْمَ فَيَرْغَبُ نَبِيُّ اللهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ فَيُرْسِلُ اللهُ عَلَيْهِمُ النَّغَفَ فِي رِقَابِهِمْ فَيُصْبِحُونَ فَرْسَى كَمَوْتِ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ ثُمَّ يَهْبِطُ نَبِيُّ اللهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ إِلَى الْأَرْضِ فَلَا يَجِدُونَ فِي الْأَرْضِ مَوْضِعَ شِبْرٍ إِلَّا مَلَأَهُ زَهَمُهُمْ وَنَتْنُهُمْ فَيَرْغَبُ نَبِيُّ اللهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ إِلَى اللهِ فَيُرْسِلُ اللهُ طَيْرًا كَأَعْنَاقِ الْبُخْتِ فَتَحْمِلُهُمْ فَتَطْرَحُهُمْ حَيْثُ شَاءَ اللهُ ثُمَّ يُرْسِلُ اللهُ مَطَرًا لَا يَكُنُّ مِنْهُ بَيْتُ مَدَرٍ وَلَا وَبَرٍ فَيَغْسِلُ الْأَرْضَ حَتَّى يَتْرُكَهَا كَالزَّلَفَةِ ثُمَّ يُقَالُ لِلْأَرْضِ أَنْبِتِي ثَمَرَتَكِ وَرُدِّي بَرَكَتَكِ…
Ketika Allah subhanahuwata’ala mewahyukan kepada Isa ‘alaihissalam: Sesungguhnya aku mengeluarkan hamba-hamba-Ku yang tidak ada kemampuan bagi seorang pun untuk memeranginya. Maka biarkanlah mereka hamba-hamba-Ku menuju Thuur. Lalu Allah subhanahuwata’ala keluarkan Ya’juj wa Ma’juj dan mereka mengalir dari tiap-tiap tempat yang tinggi. Kemudian mereka melewati danau Thabariyah1, dan meminum seluruh air yang ada padanya. Hingga ketika barisan paling belakang mereka sampai di danau tersebut mereka berkata: “Sungguh dahulu di sini masih ada airnya.” Ketika itu terkepunglah Nabiyullah Isa ‘alaihissallam dan para sahabatnya.
Hingga kepala sapi ketika itu lebih berharga untuk mereka daripada seratus dinar kalian sekarang ini. Maka Isa dan para sahabatnya berharap kepada Allah subhanahuwata’ala. Maka Allah subhanahuwata’ala pun mengirim sejenis ulat yang muncul di leher mereka. Maka pagi harinya mereka seluruhnya binasa menjadi bangkai-bangkai dalam waktu yang hampir bersamaan. Kemudian turunlah (dari gunung Thuur) Nabiyullah Isa dan para sahabatnya, maka tidak didapati satu jengkal pun tempat kecuali dipenuhi oleh bangkai dan bau busuk mereka. Maka Nabi Isa ‘alaihissallam pun berharap (berdoa) kepada Allah subhanahuwata’ala. Maka Allah subhanahuwata’ala mengirimkan burung-burung yang lehernya seperti unta, membawa bangkai-bangkai mereka dan kemudian dilemparkan di tempat yang Allah subhanahuwata’ala kehendaki2. Kemudian Allah kirimkan hujan yang tidak menyisakan satu pun rumah maupun kemah, lalu membasahi bumi hingga menjadi licin. Kemudian dikatakan kepada bumi itu: ‘Tumbuhkanlah buahbuahanmu dan kembalilah berkahmu…” (HR. Muslim)

Wajib Beriman dengan berita Ya`juj wa Ma`juj

Berita tentang Ya`juj wa Ma`juj adalah berita dari Allah subhanahuwata’ala dan Rasul-Nya, sehingga seorang muslim yang beriman wajib menerimanya. Bukankah ciri-ciri orang yang bertakwa adalah beriman kepada hal
ghaib yang dikabarkan oleh Allah subhanahuwata’ala dan Rasul-Nya? Dan termasuk hal yang ghaib adalah apa yang akan terjadi pada akhir zaman, termasuk berita akan keluarnya Ya`juj wa Ma`juj? Namun sebagian kaum muslimin, khususnya kaum Mu’tazilah dan para rasionalis atau orang-orang yang terpengaruh oleh mereka, menolak berita-berita hadits yang -menurut anggapan mereka- tidak masuk akal. Mereka menganggap hadits-hadits tersebut hanya akan membuat orang lari dari Islam. Ketika mereka mendengarkan hadits-hadits tentang diangkatnya Nabi Isa ‘alaihissallam dalam keadaan hidup, akan turunnya beliau pada akhir zaman, berita tentang Dajjal – yang sudah ada wujudnya dalam keadaan terbelenggu- atau tentang Ya`juj wa Ma`juj yang masih beranak-pinak dan terus menerus berupaya untuk keluar dari benteng yang dibuat oleh Dzulqarnain, dan lain-lainnya. Mereka benar-benar gelisah, panas dadanya seraya berkata: “Untuk apa hadits-hadits seperti ini disampaikan. Hadits-hadits ini akan menjadikan manusia semakin jauh dari Islam.” Mereka melontarkan olok-olok, celaan, dan berbagai macam ucapan penolakan terhadap hadits-hadits tersebut. Keadaan mereka ini persis seperti yang dikatakan oleh para ulama tentang ahlul bid’ah:
Ahmad bin Sinan Al-Qaththan rahimahullahu berkata: ”Tidak ada di dunia ini seorang mubtadi’ (ahli bid’ah) pun kecuali akan membenci ahlil hadits. Jika seseorang mengada-adakan kebid’ahan niscaya akan dicabut kelezatan hadits dari hatinya.” (Aqidatussalaf wa Ashhabul Hadits hal. 300)
Abu Nashr bin Sallam Al-Faqih rahimahullahu berkata: “Tidak ada sesuatu yang lebih berat dan lebih dibenci bagi orang-orang mulhid (sesat) daripada mendengarkan hadits dengan riwayat dan sanadnya.” (AqidatusSalaf Ashhabil Hadits hal. 302)
Penutup
Sebagai nasihat dan peringatan untuk kita dan seluruh kaum muslimin, kami nukilkan beberapa ucapan para ulama dalam masalah ini:
Al-Imam Ahmad bin Hambal rahimahullahu menyatakan: “Barangsiapa yang menolak hadits Nabi salallahu’alaihiwassallam, maka dia berada di pinggir jurang kehancuran.” (Thabaqat Al-Hanabilah, 2/11 dan Al-Ibanah, 1/269; lihat Ta’zhimus Sunnah hal. 29)
A l – I m a m A l – B a r b a h a r i rahimahullahu menegaskan: “Jika engkau mendengar seseorang mencela riwayat-riwayat (yakni riwayat hadits yang shahih), menolaknya atau menginginkan selainnya, maka curigailah
keislamannya dan jangan ragu kalau dia adalah pengekor hawa nafsu, ahlul bid’ah.”(Syarhus Sunnah hal. 51)
Abul Qashim Al-Ashbahani rahimahullahu menerangkan: Ahlus Sunnah dari kalangan salaf berkata: “Barangsiapa mencerca riwayat-riwayat hadits, maka sepantasnya untuk dituduh keislamannya.” (Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah 2/248. Lihat Ta’zhimus Sunnah, hal. 29)
Al-Imam Az-Zuhri  –imamnya para imam pada zamannya- berkata: “Dari Allah subanahuwata’ala keterangannya, Rasulullah sallallahu’alaihiwassalam yang menyampaikannya, maka kewajiban kita adalah menerimanya.” (Aqidatus Salaf Ashhabil Hadits, hal. 249)
Beliau berkata juga: “Diriwayatkan dari salaf bahwa kaki Islam tidak akan kokoh, kecuali di atas fondasi at-taslim (yakni menerima dan tunduk pada seluruh ucapan Allah subhanahuwata’ala dan Rasul-Nya, pent.).” (Aqidatus Salaf Ashhabul Hadits hal. 200) Wallahu a’lam.
Catatan kaki:
Danau Tiberias/Galilea, terletak di wilayah pendudukan Yahudi, tepatnya di barat daya Dataran Tinggi Golan. Merupakan sumber air tawar bagi warga Yahudi-Israel.
2 Dalam riwayat lain, dilemparkan ke laut. (HR. Hakim dalam Mustadrak-nya, dan Al-Imam Ahmad dalam Musnad-nya)

Mengenal Al-Imam Al-Mahdi

Syariat sejatinya telah gamblang menjelaskan definisi dan menyuguhkan gambaran akan sosok Al-Imam Al-Mahdi. Namun bersemainya penyimpangan tak pelak menjadikan gambaran Al-Imam Al-Mahdi itu menjadi kabur.
Beriman akan Munculnya
Telah menjadi kewajiban setiap muslim untuk mengimani segala yang diberitakan oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di mana ini menjadi konsekuensi persaksian kita: “Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.” Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَيُؤْمِنُوا بِي وَبِمَا جِئْتُ بِهِ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ
Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada sesembahan yang benar melainkan Allah dan agar mereka beriman kepada apa yang kubawa. Bila mereka melakukan itu maka mereka telah melindungi darah dan harta mereka dariku kecuali dengan haknya. Adapun perhitungannya diserahkan kepada Allah.” (Shahih, HR. Muslim, Kitabul Iman Bab Al-Amru bi Qitalin Nas Hatta.)
Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah tegaskan:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (Al-Hasyr: 7)
Ini menunjukkan wajibnya beriman dengan segala yang diberitakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik berita yang terkait dengan apa yang telah lalu atau yang akan datang. Termasuk di antaranya adalah akan munculnya Al-Imam Al-Mahdi.
Berita akan munculnya sosok penegak sunnah nan adil itu telah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak hadits. Bahkan tak sedikit dari para ulama yang menyatakan bahwa haditsnya mencapai derajat mutawatir secara makna, sehingga tiada lagi celah bagi siapapun untuk mengingkarinya. Di antara ulama yang menyatakan kemutawatiran hadits-haditsnya adalah Abul Hasan Muhammad bin Husain As-Sijzi (wafat 363 H), Muhammad Al-Barzanji (wafat 1103 H), As-Safarini, As-Sakhawi, Asy-Syaukani, Shiddiq Hasan Khan, Al-Kattani, dan lain-lain rahimahumullah.
Dan para ulama yang menyebutkan keshahihan hadits tentang Al-Mahdi sangat banyak, dari kalangan ulama terdahulu maupun belakangan. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu telah menyebutkan sebagian nama mereka, di antaranya 16 ulama yang saya sebutkan sebagiannya: Abu Dawud, Al-Qurthubi, Ibnu Taimiyyah, Adz-Dzahabi, Ibnul Qayyim, dan Ibnu Hajar rahimahumullah.
Sehingga ini menjadi salah satu akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. As-Safarini mengatakan: “Telah banyak riwayat yang menyebutkan akan munculnya Al-Mahdi sehingga mencapai derajat mutawatir secara makna. Dan itu telah tersebar di kalangan Ahlus Sunnah sehingga teranggap sebagai aqidah mereka….” –beliau menyebut hadits, atsar serta nama para sahabat yang meriwayatkannya, lalu beliau berkata– “Dan telah diriwayatkan dari para sahabat yang disebutkan dan selain mereka dengan riwayat yang banyak, juga dari para tabi’in setelah mereka, yang dengan semua itu memberi faedah ilmu yang pasti. Maka mengimani munculnya Mahdi adalah wajib sebagaimana telah ditetapkan oleh para ulama dan tertulis dalam akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. (Lawami’ul Anwar Al-Bahiyyah, 2/84)
Beberapa Hadits tentang Al-Imam Al-Mahdi
1. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ يَوْمٌ – قَالَ زَائِدَةُ فِي حَدِيْثِهِ – لَطَوَّلَ اللهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ حَتَّى يَبْعَثَ فِيْهِ رَجُلاً مِنِّي – أَوْ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي – يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِي وَاسْمُ أَبِيهِ اسْمَ أَبِي، يَمْلَأُ اْلأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ ظُلْمًا وَجَوْرًا
Bila tidak tersisa dari dunia kecuali satu hari –Za`idah (salah seorang rawi) mengatakan dalam haditsnya– tentu Allah akan panjangkan hari tersebut, sehingga Allah utus padanya seorang lelaki dariku –atau dari keluargaku–. Namanya sesuai dengan namaku, dan nama ayahnya seperti nama ayahku. Ia memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya telah dipenuhi dengan kedzaliman dan keculasan.” (Hasan Shahih, HR. Abu Dawud, Shahih Sunan no. 4282; sanadnya jayyid menurut Ibnul Qayyim rahimahullahu dalam Al-Manarul Munif; At-Tirmidzi no. 2230, 2231; Ibnu Hibban no. 6824, 6825)
2. Dari ‘Ali (bin Abi Thalib) radhiyallahu ‘anhudari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia mengatakan:
لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنْ الدَّهْرِ إِلاَّ يَوْمٌ لَبَعَثَ اللهُ رَجُلاً مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يَمْلَؤُهَا عَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا
Bila tidak tersisa dari masa ini kecuali satu hari, tentu Allah akan munculkan seorang lelaki dari ahli baitku (keluargaku) yang akan memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana (sebelumnya) telah dipenuhi dengan kecurangan.” (Shahih, HR. Abu Dawud no. 4283 Kitab Al-Mahdi dan ini adalah lafadznya, Ibnu Majah no. 4085, Kitabul Fitan Bab Khurujul Mahdi)
3. Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia mengatakan: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْمَهْدِيُّ مِنْ عِتْرَتِي مِنْ وَلَدِ فَاطِمَةَ
Al-Mahdi dari keluargaku dari putra Fathimah.” (Shahih, HR. Abu Dawud dan ini lafadznya, Shahih Sunan no. 4284, Ibnu Majah no. 4086, dan Al-Hakim no. 8735, 8736)
4. Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
الْمَهْدِيُّ مِنِّي، أَجْلَى الْجَبْهَةِ أَقْنَى اْلأَنْفِ، يَمْلَأُ اْلأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَظُلْمًا يَمْلِكُ سَبْعَ سِنِيْنَ
Al-Mahdi dariku, dahinya lebar, hidungnya mancung, memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana (sebelumnya) telah dipenuhi dengan kedzaliman, berkuasa selama 7 tahun.” (Hasan, HR. Abu Dawud no. 4285 dan ini lafadznya, Ibnu Majah no. 4083, At-Tirmidzi, Kitabul Fitan Bab Ma Ja`a Fil Mahdi no. 2232, Ibnu Hibban no. 6823, 6826 dan Al-Hakim no. 8733, 8734, 8737)
5. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيْكُمْ وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ؟
Bagaimana dengan kalian jika turun kepada kalian putra Maryam, sementara imam kalian dari kalian?” (Shahih, HR. Al-Bukhari, Kitab Ahaditsul Anbiya` Bab Nuzul ‘Isa ibni Maryam, no. 3449; Muslim dalam Kitabul Iman Bab Fi Nuzul Ibni Maryam, 2/369, 390)
6. Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُوْنَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِيْنَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. قَالَ: فَيَنْزِلُ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ فَيَقُوْلُ أَمِيْرُهُمْ: تَعَالَ صَلِّ لَنَا، فَيَقُوْلُ: لاَ، إِنَّ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ أُمَرَاءُ تَكْرِمَةَ اللهِ هَذِهِ اْلأُمَّةَ
Masih tetap sekelompok dari umatku berperang di atas kebenaran. Mereka unggul sampai hari kiamat, lalu turun ‘Isa putra Maryam. Maka pemimpin mereka mengatakan: ‘Kemari, jadilah imam kami.’ Ia menjawab: ‘Tidak, sebagian kalian adalah pemimpin atas sebagian yang lain, sebagai kemuliaan dari Allah untuk umat ini’.” (Shahih, HR. Muslim dalam Kitabul Iman Bab La Tazal Tha`ifah min Ummati, 2/370, no. 393)
Hadits-hadits yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim ini menunjukkan dua hal:
Pertama: Ketika turunnya ‘Isa bin Maryam dari langit, yang memegang kepemimpinan muslimin ketika itu adalah seorang dari mereka.
Kedua: Keberadaan pemimpin mereka untuk shalat, lalu ia mengimami muslimin, serta permintaannya kepada Nabi ‘Isa ‘alaihissalam saat turunnya untuk mengimami mereka. Ini semua menunjukkan keshalihan pemimpin tersebut dan bahwa ia berada di atas petunjuk.
Dan (dalam hadits) itu walaupun tidak ada penegasan dengan lafadz Al-Mahdi, tetapi menunjukkan sifat orang yang shalih yang mengimami muslimin di waktu itu. Dan terdapat hadits-hadits dalam kitab-kitab Sunan maupun Musnad serta lainnya, yang menerangkan bahwa hadits-hadits yang ada dalam dua kitab shahih itu menunjukkan bahwa orang shalih tersebut bernama Muhammad bin Abdullah dari keturunan Al-Hasan bin ‘Ali, yang disebut dengan Al-Mahdi. Dan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu sebagiannya menerangkan sebagian yang lain. Di antara hadits yang menunjukkan hal itu adalah hadits yang diriwayatktan oleh Al-Harits ibnu Abi Usamah dalam Musnad-nya dengan sanadnya dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَنْزِلُ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ فَيَقُوْلُ أَمِيْرُهُمُ الْمَهْدِيُّ: تَعَالَ، صَلِّ بِنَا. فَيَقُوْلُ: لاَ، إِنَّ بَعْضَهُمْ أَمِيْرُ بَعْضٍ، تَكْرِمَةُ اللهِ لِهَذِهِ اْلأُمَّةِ
Isa putra Maryam turun, lalu pemimpin mereka Al-Mahdi mengatakan: ‘Imamilah kami’. Ia menjawab: ‘Sesungguhnya sebagian mereka pemimpin bagi sebagian yang lain, sebagai kemuliaan dari Allah untuk umat ini’.”
Hadits ini dikatakan oleh Ibnul Qayyim rahimahullahu dalam kitabnya Al-Manarul Munif: “Sanadnya bagus.” (Abdul Muhsin Al-‘Abbad, ‘Aqidatu Ahlil Atsar. Lihat pula Ash-Shahihah, no. 2236)

Nama Al-Imam Al-Mahdi dan Nasabnya


Nama beliau adalah Muhammad atau Ahmad bin Abdullah. Seperti dalam hadits yang lalu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan: “Namanya sesuai dengan namaku, dan nama ayahnya sesuai dengan nama ayahku.”
Dia dari keturunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di mana disebutkan dalam riwayat: “Dari ahli baitku.” (HR. Abu Dawud, no. 4282 dan 4283). Dalam riwayat lain: “Dari keluarga terdekatku (‘itrah-ku).” (HR. Abu Dawud, no. 4284). Dalam riwayat lain: “Dariku.” (HR. Abu Dawud no. 4285) dari jalur perkawinan ‘Ali bin Abu Thalib dan Fathimah bintu Rasulillah. Sebagaimana dalam hadits yang lalu dikatakan: “Seseorang dari keluargaku” dan “dari anak keturunan Fathimah.” (HR. Abu Dawud no. 4284)
Oleh karenanya, Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan: “Dia adalah Muhammad bin Abdillah Al-‘Alawi (keturunan Ali) Al-Fathimi (keturunan Fathimah) Al-Hasani (keturunan Al-Hasan). Allah Subhanahu wa Ta’ala memperbaikinya dalam satu malam yakni memberinya taubat, taufik, memberinya pemahaman serta bimbingan padahal sebelumnya tidak seperti itu.” (An-Nihayah fil Malahim wal Fitan, 1/17, Program Maktabah Syamilah)

Sifat Fisiknya


Di antara sifat fisiknya adalah sebagaimana disebutkan dalam riwayat Abu Dawud (no. 4285) dan yang lain:
أَجْلَى الْجَبْهَةِ Artinya, “Tersingkap rambutnya dari arah kepala bagian depan,” atau “Dahinya lebar.”
أَقْنَى اْلأَنْفِ “Hidungnya mancung, ujungnya tajam, bagian tengahnya agak naik.”
Al-Qari mengatakan: “Maksudnya, beliau tidak pesek, karena yang demikian adalah bentuk yang tidak disukai.”

Menebar Keadilan

Di antara sifat Al-Mahdi adalah bahwa ia menebar keadilan dan melenyapkan kedzaliman serta keculasan. Sebagaimana tersebut dalam hadits: “Memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kezhaliman.” (HR. Abu Dawud no. 4282, 4283, 4285)
Sehingga disebutkan dalam hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah bersabda:
يَكُوْنُ فِي أُمَّتِي الْمَهْدِيُّ إِنْ قَصَرَ فَسَبْعٌ وَإِلاَّ فَتِسْعٌ فَتَنْعَمُ فِيْهِ أُمَّتِي نِعْمَةً لَمْ يَنْعَمُوا مِثْلَهَا قَطُّ تُؤْتَى أُكُلَهَا وَلاَ تَدَّخِرُ مِنْهُمْ شَيْئًا وَالْمَالُ يَوْمَئِذٍ كُدُوْسٌ فَيَقُوْمُ الرَّجُلُ فَيَقُوْلُ: يَا مَهْدِيُّ أَعْطِنِي. فَيَقُولُ: خُذْ
Akan datang pada umatku Al-Mahdi bila masanya pendek maka tujuh tahun, kalau tidak maka 9 tahun. Maka umatku pada masa itu diberi kenikmatan dengan kenikmatan yang tidak pernah mereka rasakan yang semacam itu sama sekali. Mereka diberi rizki yang luas. Mereka tidak menyimpan sesuatu pun. Harta saat itu berlimpah sehingga seseorang bangkit dan mengatakan: ‘Wahai Mahdi, berilah aku.’ Diapun menjawab: ‘Ambillah’.” (Hasan, HR. Ibnu Majah no. 4083, Kitabul Fitan Bab Khurujul Mahdi, 4/412, dan Al-Hakim no. 8739. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu menghasankannya)
Dalam riwayat At-Tirmidzi disebutkan:
فَيَجِيْءُ إِلَيْهِ رَجُلٌ فَيَقُوْلُ: يَا مَهْدِيُّ، أَعْطِنِي، أَعْطِنِي. قَالَ: فَيَحْثِي لَهُ فِي ثَوْبِهِ مَا اسْتَطَاعَ أَنْ يَحْمِلَهُ
Sehingga datang kepadanya seseorang seraya mengatakan: ‘Wahai Mahdi, berilah aku, berilah aku.’ Nabi mengatakan: “Maka Mahdi menuangkan untuknya di pakaiannya sampai ia tidak dapat membawanya.”
Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan: “Di masanya, buah-buahan banyak. Tanam-tanaman lebat, harta benda melimpah. Penguasa benar-benar berkuasa, agama menjadi tegak, musuh menjadi hina, kebaikan terwujud di masanya terus-menerus.” (An-Nihayah Fil-Malahim 1/18, Program Maktabah Syamilah)
Dalam riwayat Al-Hakim, disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَخْرُجُ فِيْ آخِرِ أُمَّتِي الْمَهْدِيُّ يُسْقِيْهِ اللهُ الْغَيْثَ، وَتُخْرِجُ اْلأَرْضُ نَبَاتَهَا، وَيُعْطِي الْمَالَ صِحَاحًا، وَتَكْثُرُ الْمَاشِيَةُ وَتَعْظُمُ اْلأُمَّةُ، يَعِيْشُ سَبْعاً أَوْ ثَمَانِيًا – يَعْنِيْ حِجَجًا -
“Muncul di akhir umatku Al-Mahdi. Allah menyiramkan hujan, sehingga bumi mengeluarkan tanamannya. Ia membagi harta secara merata. Binatang ternak semakin banyak, umat pun menjadi besar. Ia hidup selama 7 atau 8 –yakni tahun–.” (HR. Al-Hakim, Kitabul Fitan wal Malahim no. 8737. Beliau mengatakannya sebagai hadits yang shahih sanadnya, dan disepakati oleh Adz-Dzahabi dan Ibnu Khaldun. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu mengatakan: “Sanadnya shahih.” Lihat Ash-Shahihah, 4/40, hadits no. 1529)

Waktu Munculnya

Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan At-Tirmidzi disebutkan: “Ketahuilah, yang sudah dikenal di kalangan seluruh pemeluk Islam sepanjang masa bahwa di akhir zaman pasti muncul seorang dari ahlul bait (keluarga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang membela agama dan menebarkan keadilan, serta diikuti oleh muslimin. Ia juga menguasai kerajaan-kerajaan Islam. Ia dijuluki Al-Mahdi. Juga tentang keluarnya Dajjal serta tanda-tanda kiamat sesudahnya yang terdapat dalam kitab Shahih, muncul setelahnya. Dan bahwa kemunculan ‘Isa juga setelahnya, kemudian beliau membunuh Dajjal. Atau ‘Isa turun setelahnya lalu membantunya untuk membunuh Dajjal kemudian bermakmum kepada Mahdi dalam shalatnya.” (Kitabul Fitan Bab Ma Ja`a fil Mahdi)
At-Tirmidzi rahimahullahu meriwayatkan dari Zir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى يَمْلِكَ الْعَرَبَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِي
Dunia tidak akan lenyap hingga seorang dari keluargaku menguasai bangsa Arab. Namanya sesuai dengan namaku.” (HR. At-Tirmidzi no. 2230, Kitabul Fitan Bab Ma Ja`a fil Mahdi, 4/438 dan beliau mengatakan: “Hasan shahih.” Demikian pula yang dikatakan Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)
Dari sini, berarti munculnya Al-Imam Al-Mahdi adalah di akhir zaman sekaligus mengawali tanda-tanda besar akan datangnya kiamat. Namun sebagian ulama sempat ragu, apakah Mahdi ini sebagai awal tanda yang besar atau tanda yang lain. Sebagian ulama menyatakan dengan yakin bahwa Mahdi sebagai tanda pertama, lalu berturut-turut datang tanda yang lain. Di antara yang menyebutkan dengan tegas yang demikian adalah Muhammad Al-Barzanji rahimahullahu (wafat 1103 H). Beliau mengatakan dalam bukunya Al-’Isya`ah li Asyrath As-Sa’ah: “Bab Ketiga, tanda-tanda besar dan tanda-tanda yang dekat, yang setelahnya tibalah hari kiamat, dan itu juga banyak. Di antaranya Al-Mahdi, dan itu yang pertama.” (dinukil dari ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Atsar fil Mahdi Al-Muntazhar)
Adapun Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan: “Munculnya, nanti di akhir zaman. Dan saya kira, keluarnya adalah sebelum turunnya ‘Isa bin Maryam, sebagaimana ditunjukkan oleh hadits-hadits yang berkaitan dengan hal itu.”
Masa Kekuasaannya
Terdapat dalam Sunan At-Tirmidzi:
إِنَّ فِي أُمَّتِي الْمَهْدِيَّ يَخْرُجُ يَعِيْشُ خَمْسًا أَوْ سَبْعًا أَوْ تِسْعًا -زَيْدٌ الشَّاكُّ- قَالَ: قُلْنَا: وَمَا ذَاكَ؟ قَال: سِنِيْنَ.
“Sesungguhnya pada umatku ada Al-Mahdi. Ia muncul, hidup (berkuasa) 5 atau 7 atau 9.” –Zaid (salah seorang rawi/periwayat) ragu–. Abu Sa’id mengatakan: “Apa itu?” Beliau menjawab: “Tahun.”
يَكُوْنُ فِي أُمَّتِي الْمَهْدِيُّ إِنْ قُصِرَ فَسَبْعٌ وَإِلاَّ فَتِسْعٌ
Akan datang pada umatku Al-Mahdi, bila masanya pendek maka 7 tahun, kalau tidak maka 9 tahun.” (HR. Ibnu Majah no. 4083)
Dengan perbedaan riwayat ini, maka Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan: Ini menunjukkan bahwa paling lama masa tinggal (kekuasaan)-nya adalah 9 tahun, dan sedikitnya 5 atau 7 tahun.” (An-Nihayah Fil Malahim wal Fitan, 1/18, Program Maktabah Syamilah)
Sementara Al-Mubarakfuri mengatakan: “Yakni, keraguan itu berasal dari Zaid. Sementara dari shahabat Abu Sa’id dalam riwayat Abu Dawud: ‘dan menguasai selama 7 tahun’ tanpa keraguan. Demikian pula dalam hadits Ummu Salamah dalam riwayat Abu Dawud dengan lafadz ‘maka dia tinggal selama 7 tahun’ tanpa keraguan. Maka riwayat yang tegas lebih dikedepankan daripada yang ragu.” (Tuhfatul Ahwadzi, 6/15, Program Maktabah Syamilah)

Asal Munculnya

Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa munculnya dari arah timur atau Al-Masyriq. Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan:
Munculnya Mahdi dari negeri-negeri timur bukan dari gua Samarra, seperti disangka oleh orang-orang bodoh dari kalangan Syi’ah.” (An-Nihayah Fil Malafim wal Fitan, 1/17, Program Maktabah Syamilah)
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan:
بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ أَقْبَلَ فِتْيَةٌ مِنْ بَنِي هَاشِمٍ فَلَمَّا رَآهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اغْرَوْرَقَتْ عَيْنَاهُ وَتَغَيَّرَ لَوْنُهُ. قَالَ: فَقُلْتُ: مَا نَزَالُ نَرَى فِي وَجْهِكَ شَيْئًا نَكْرَهُهُ. فَقَالَ: إِنَّا أَهْلُ بَيْتٍ اخْتَارَ اللهُ لَنَا اْلآخِرَةَ عَلَى الدُّنْيَا، وَإِنَّ أَهْلَ بَيْتِي سَيَلْقَوْنَ بَعْدِي بَلاَءً وَتَشْرِيْدًا وَتَطْرِيْدًا حَتَّى يَأْتِيَ قَوْمٌ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ مَعَهُمْ رَايَاتٌ سُوْدٌ فَيَسْأَلُوْنَ الْخَيْرَ فَلاَ يُعْطَوْنَهُ فَيُقَاتِلُوْنَ فَيُنْصَرُوْنَ فَيُعْطَوْنَ مَا سَأَلُوا فَلاَ يَقْبَلُوْنَهُ حَتَّى يَدْفَعُوْهَا إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي فَيَمْلَؤُهَا قِسْطًا كَمَا مَلَئُوْهَا جَوْرًا، فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَلْيَأْتِهِمْ وَلَوْ حَبْوًا عَلَى الثَّلْجِ
Tatkala kami berada di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang sekelompok pemuda dari Bani Hasyim. Ketika Nabi melihat mereka, kedua mata beliau berlinang air mata dan berubahlah roman mukanya. Maka aku katakan: ‘Kami masih tetap melihat pada wajahmu sesuatu yang tidak kami sukai.’ Lalu beliau menjawab: ‘Kami ahlul bait. Allah telah pilihkan akhirat untuk kami daripada dunia. Dan sesungguhnya sepeninggalku, keluargaku akan menemui bencana-bencana dan pengusiran. Hingga datang sebuah kaum dari arah timur, bersama mereka ada bendera berwarna hitam1. Mereka meminta kebaikan namun mereka tidak diberi, lalu mereka memerangi dan mendapat pertolongan sehingga mereka diberi apa yang mereka minta, tetapi mereka tidak menerimanya. Hingga mereka menyerahkan kepemimpinan kepada seseorang dari keluargaku. Lalu ia memenuhi bumi ini dengan keadilan sebagaimana orang-orang memenuhinya dengan kezhaliman. Barangsiapa di antara kalian mendapatinya maka datangilah mereka, walaupun dengan merangkak di atas es’.” (HR. Ibnu Majah no. 4082, sanadnya hasan lighairihi menurut Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Adh-Dha’ifah, 1/197, pada pembahasan hadits no. 85)
As-Sindi mengatakan: “Yang nampak, kisah itu merupakan isyarat keadaan Al-Mahdi yang dijanjikan. Oleh karena itu, penulis (Ibnu Majah) menyebutkan hadits ini dalam bab ini (bab keluarnya Al-Mahdi).”
Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan: “Dan orang-orang dari timur mendukung (Al-Mahdi), menolongnya dan menegakkan agamanya, serta mengokohkannya. Bendera mereka berwarna hitam, dan itu merupakan pakaian yang memiliki kewibawaan, karena bendera Rasulullah berwarna hitam yang dinamai Al-Iqab.” (An-Nihayah fil Malahim, 1/17, Program Maktabah Syamilah)
Beliau juga mengatakan: Maksudnya, Al-Mahdi yang terpuji yang dijanjikan keluarnya di akhir zaman asal munculnya adalah dari arah timur, dan diba’iat di Ka’bah seperti yang disebutkan oleh nash hadits.” (idem, 1/17)
Tentang tempat bai’atnya telah diisyaratkan oleh hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seseorang dibai’at di antara rukun (Hajar Aswad) dan Maqam (Ibrahim).” (HR. Ibnu Hibban no. 6827, Ahmad, dan Al-Hakim; dan beliau menshahihkannya)

Proses Munculnya Al-Imam Al-Mahdi


Munculnya Al-Imam Al-Mahdi bukan bak sulap batil, yang seolah muncul tanpa sebab dan tiba-tiba. Namun munculnya tentu mengikuti sunnatullah pada alam ini, yakni melalui proses yang menuju ke arah sana.
Menjelaskan hal itu, Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu mengatakan: “…Nabi memberikan kabar gembira tentang akan datangnya seseorang dari keluarganya dan beliau menyebutkannya dengan sifat-sifat yang menonjol. Di antara yang sifat terpenting adalah bahwa beliau berhukum dengan Islam dan menebarkan keadilan di antara manusia.
Jadi, pada hakikatnya beliau termasuk para mujaddid yang Allah Subhanahu wa Ta’ala munculkan di penghujung tiap 100 tahun, sebagaimana telah shahih berita (tentang hal ini) dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini (keberadaan mujaddid di tiap satu abad) juga bukan berarti tidak perlu berupaya mencari ilmu dan mengamalkannya untuk memperbarui agama. Sehingga, akan keluarnya Al-Mahdi tidaklah berarti bermalas-malasan karenanya, serta tidak bersiap atau beramal untuk menegakkan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala di muka bumi. Bahkan sebaliknya (beramal) itulah yang benar, karena Al-Mahdi tidak mungkin upayanya lebih dari Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang selama 23 tahun berbuat untuk mengokohkan pilar-pilar Islam dan menegakkan negaranya.
Maka kira-kira apa yang akan dilakukan Al-Mahdi seandainya ia muncul dan mendapati kaum muslimin dalam kondisi terpecah, berkelompok-kelompok dan ulama mereka (muncul) –kecuali sedikit dari mereka– (karena) orang-orang telah menjadikan mereka sebagai para pemimpin. Tentu (Al-Mahdi) tidak akan dapat menegakkan negara Islam kecuali setelah mempersatukan kalimat mereka dan menyatukan mereka dalam satu barisan serta dalam satu bendera.
Dan ini –tanpa diragukan– membutuhkan waktu yang panjang, Allah Maha Tahu tentangnya. Syariat serta akal, keduanya mengharuskan agar orang-orang yang ikhlas dari kalangan muslimin menjalankan kewajiban ini. Sehingga manakala Al-Mahdi keluar, tiada kebutuhan kecuali tinggal menggiring mereka kepada kemenangan. Kalaupun belum keluar, maka mereka pun telah melakukan kewajiban mereka dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهُ وَالْمُؤْمِنُوْنَ
Dan katakanlah: ‘Beramallah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat amalan kalian itu’.” (At-Taubah: 105) [Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, 4/42-43]
Wallahu a’lam.
1 Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan: “Bendera itu bukanlah yang dibawa Abu Muslim dari Khurasan yang kemudian menghancurkan dinasti Bani Umayyah pada tahun 132 H. Namun bendera hitam lain, yang datang mengiringi Al-Mahdi.” (An-Nihayah, 1/17)
Bukan pula pasukan Thaliban yang di Afghanistan, sebagaimana yang disebut dalam poster berjudul Huru-Hara Akhir Zaman karya Amin Muhammad Jamaludin yang laris itu. Selebaran itu sendiri sarat dengan berbagai ramalan dan takwil (baca: penyelewengan makna) hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tanda-tanda hari kiamat. Hendaknya kaum muslimin tidak lekas terkesima dengan takwil semacam itu. Sebagaimana pula hal ini tidak berarti mengingkari hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peristiwa akhir zaman.

Thursday, October 3, 2013

4 MAZHAB FIQH UTAMA SERTA USUL IJTIHAD DALAM MAZHAB



Segala puji bagi Allah Tuhan sekalian 'alam, atas nikmatnya yang tiada terkira, selawat dan salam buat junjungan mulia, Nabi Muhammad SAW serta ahli kelurganya dan para sahabatnya, juga kepada seluruh yang menuruti perjuangannya kerana Allah.

InsyaAllah, di dalam penulisan ini, penulis akan menumpukan perhatian dalam perkara berikut :
1. Mendedahkan nama kitab2 utama dalam setiap mazhab didahului dengan menketengahkan kitab2 yang 'muktamad' atau sumber rujukan utama mazhab, selain itu

2. Beberapa nama2 ulama' yang terutama dalam setiap mazhab
3. Istilah feqh yang digunakan bagi setiap mazhab juga akan disertakan bagi memudahkan para pecinta ilmu feqh dan penuntut ilmu feqh di peringkat permulaan, pertengahan dan sederhana atas
Bagaimapun, penulisan ini diolah dalam bentuk yang ringkas, lalu sudah tentu ianya tidak akan merangkumi keseluruhan aspek penting dari tumpuan yang digariskan tadi.

1) 4 MAZHAB FEQH UTAMA SERTA USUL IJTIHAD DALAM MAZHAB
Mazhab Hanafi
Dinisbahkan mazhab ini kepada Imam an-Nu'man bin Thabit ( 80 H- 150 H) . Terkenal dengan gelaran al-Imam Abu Hanifah. Keturunan beliau berasal dari Parsi,bgmnpun beliau menjadi ahli Iraq.
Beliau dianggap pemimpin aliran 'ahli ra'yi', dan juga dikira sebagai pelopor ilmu qias (perbandingan).
Usul Mazhab beliau adalah :
a. Al-Quran al-Karim.
- Beliau tidak menerima pemakaian 'mafhum mukhalafah'.
- Tidak terhenti menghukum pd zohir ayat bahkan, mengkaji 'illat serta meneliti ruh tasyri'. Tidak memegang hanya pd zohir nas al-Quran.
b. As-Sunnah an-Nabawiyah.
- Berpegang kpd hadith mutawatir dan masyhur.
- Berpegang kpd hadith Ahad tetapi dgn syarat2 tertentu.

c. Al-Ijma'
d. Qawl Sahabat dan Tabi'e
e. Al-Qias
f. Istihsan
g. Al-'Uruf
h. Al-Masolih al-Mursalah dan al-Istishob.

Mazhab Maliki
Dinisbahkan kepada Imam Malik Bin Anas al-Asbahi ( 93 H - 179 H). Beliau digelar Imam dar al-Hijrah, ini adalah kerana beliau ahli Madinah. Dikebumikan di perkuburan baqi', Madinah. Beliau salah seorg drpd Imam madrasah ahli al-Hadith.
Usul Mazhab beliau adalah :
a. Al-Quran al-Karim.
- Mengambil zahir nas, umumnya, juga menerima 'mafhum mukhalafah' dan 'mafhum
Muwafaqah'.
b. As-Sunnah an-Nabawiyah
- Menerima hadith Ahad tanpa syarat.
- Menerima Hadith Mursal.
- Mendahulukan 'Amal Ahli Madinah' daripada Hadith Ahad.
c. Al-Ijma'
d. Qawl Sahabat
e. Al-Qias
f. Al-Maslahat al-Mursalah serta kerap menggunakannya.
g. Al-Istihsan.
h. Saddu al-Dzara'ik

Mazhab Syafi'e
Dinisbahkan kepada Imam Muhammad Bin Idris as-Syafi'e (150 H- 204 H), keturunannya beremu dgn keturunan Rasulullah SAW pada Abd al-Manaf. Dilahirkan di gazza, Palestin. Setengahnya mengatakan di 'asqolan, meninggal di Mesir. Membesar di Mekah sehingga diizinkan memberikan fatwa ketika berumur 15 tahun, berpindah ke Madinah dan menuntut dgn Imam Malik dan Yaman, kemudian ke Baghdad, menuntut dgn Imam Muhd bin Hasan al-Hanafi, akhirnya berpindah ke Mesir dan wafat di sana.
Beliau telah menggabungkan ilmu drpd kedua2 aliran ahli ra'yi dan ahli al-hadith. Ini menyebabkan beliau sgt dihormati oleh kedua2 aliran.
Usul Utama Mazhab:
a. Al-Quran al-Karim.
- Beramal dgn Al-Quran serta as-Sunnah menjadi pengtakhsis, penjelas serta pentaqyid bgnya.
- Memegang zahir Nas sehingga terdpt dalil yang membawa maksud lain dr zahir.
b. As-Sunnah an-Nabawiyyah.
- Memegang hadith dgn syarat bersambung dan shohih sanad, iaitu dgn perawi yg 'thiqah', 'Sadiq', Wara', Memahami apa yang diriwayatkannya, 'dhobid', serta
- mendengar hadiith secara langsung dari orang yang diambilnya.
- Tidak menyetujui Abu Hanifah dalam syart pemakaian Hadith Ahad.
- Tidak menyetujui Imam Malik dalam mendahulukan amal ahli Madinah ke atas Hadith Ahad.
- Berlainan dari tiga mazhab lain dlm pemakaian hadith Mursal, di mana ia menerima Hadith Mursal dari Kibar at-Tabi'en spt Sa'id Musayyab.
c. Qawl Sahabat.
- Tidak berhujjah dgn qawl Sahabat krn mungkin ia dtgnya dari ijtihad, lalu berkemungkinan untuk silap.
d. Ijma'
- Berhujjah dgn Ijma' Qawli shj.
e. Al-Qias
- Sederhana dlm menerima qias. Tidak meluas spt Abu Hanifah dan tidak terlalu sempit spt Imam Ahmad.
f. Al-Istihsan
- Menolak pengamalan istihsan serta menyifatkan ia perkataan bersandar nafsu.

Mazhab Hanbali
Dinisbahkan kepada Imam Ahmad Bin Hanbal as-Syaibani ( 164 H - 241 H). Lahir di Baghdad serta wafat di sana. Salah seorg Imam Aliran Ahli Al-Hadith. Menumpukan banyak masa beliau mengumpulkan hadith yang dinamakan Musnad, mengandungi lebih kurang 40,000 hadith. 10,000 drpdnya berulang. Ia diambil drpd 750,000 hadith yang dihafaznya. (As-Sunnah wa makanatuha fi at-Tasyri', Dr Mustafa as-Siba'ie, cet al-Maktab al-Islami, hlm 482)
Usul Utama Mazhab :
a. Al-Quran dan As-Sunnah.
b. Mengambil Qawl Sahabat.
c. Mengambil Hadith Mursal dan Dhoif. Mendahulukan hadith dhoif ke atas qias.
d. Ijma'
e. Istishob, Masalih al-Mursalah, Sadd al-zara'ik

2) MENGAPA PERLU MERUJUK KEPADA KITAB MUKTAMAD SETIAP MAZHAB?
Jawapannya adalah kerana:
1. Apa-apa yang terdpt di dalam kitab muktamad adalah mewakili pandangan jumhur ulama' dan fuqaha' mazhab serta merupakan kesatuan pandangan mrk.
2. Rujukan kitab muktamad dpt memberikan kita titik perbezaan antara pandangan jumhur fuqaha' mazhab dan pandangan serta ijtihad persendirian, juga dpt mengetahui pandangan yang bercanggah.
3. Melindungi pengkaji, Faqih, serta Mufti darpd keliru dgn kepelbagaian pendpt yang diriwyatakan drpd pelbg imam2 Mazhab. Begitu juga dpt memeilihara drpd tersilap menisbahkan pandpt kpd sesuatu mazhab akibat pandangn syaz dr ulama' tertentu.
4. Kerana Fuqaha' Mazhab masing-masing telah menanggung tugas menyemak, meneliti dan memperbetulkan kelemahan riwayat2, menyatukan kepelbgaian pendpt serta membuat tambahan perlu yang mewakili mazhab. (Manhaj al-Bahs fi Fiqh al-Islami, Prof. Dr Abd Wahab Abu Sulaiman, cet Dar Ibn Hazm, hlm 123)
Justeru, menjadi keperluan bagi pengkaji ilmu feqh utk mengathui kitab2 muktamad dan utama dlm setiap mazhab. Bg menjamin ketepatan maklumat yang digunakan dan dimanfaatkan.

3) KITAB-KITAB FEQH MAZHAB
Mazhab Hanafi
Penulisan feqh Hanafi dibahagikan kepada 3 martabat: (Lihat Hasyiah Ibn 'Abidin, 1/64)
1) Zohirah al-Riwayah ( Masail al-Usul)
Iaitu penulisan yang diriwayatkan daripada Imam2 dan Pengasas utama mazhab seperti Imam Abu Hanifah, Imam al-Qadhi Abu Yusof (w 182 H), Imam Muhd Bin Al-Hasan (w 189 H), juga Imam Zufar bin Huzail (w 110 - 158 H) dan Hasan Ibn Ziyad ( w 204 H)
Antara nama kitab yang ditulis di peringkat ini adalah hasil penulisan Imam Muhd Bin Al-Hasan, 6 buah kitab yang bertaraf mutawatir dlm mazhab serta terkenal, ia diriwayatkan dgn perawi2 feqh mazhab yang thiqah. Iaitu :
a) Al-Mabsut ( Kitab terpenting Muhd Al-Hasan)
b) Az-Ziadat
c) Al-Jami' al-Shoghir
d) Al-Jami' al-Kabir
e) Al-Siaru al-Kabir
f) Al-Siaru al-Shoghir
Kemudian keenam2 kitab ini diringkaskan oleh Abu Fadl al-Marwazi (al-Hakim al-Syahid) dlm kitabnya ' Mukhtasor al-Kafi'. Kitab ini kemudiannya di syarahkan oleh Imam Shamsuddin Al-Sarakhasi dalam 30 juzuk. Kitab utama ini diberi nama 'AL-MABSUT', namanya sama dgn nama kitab terpenting Muhd Al-Hasan. Kitab ini merupakan kitab muktamad dlm mazhab Hanafi, serta mudah dijumpai di Maktabah2 di Perpustakaan Islam seluruh Dunia. Manakala kitab yang 6 tadi, agak sukar dijumpai dan dipakai dlm rujukan para ulama' mutakhir.
2) Masail an-Nawadir
Iaitu kitab yang diriwayatkan individu2 yang disebutkan nama mereka di atas, tapi ianya jalan periwayat kitab ini tidak thabit dan thiqat spt kitab2 di atas.
Antara kitab ini, diriwayatkan oleh Imam Muhd al-Hasan spt al-Badai' al-Sanai' oleh al-Kasani dan lain2. Adapaun yang diriwayat dari Hasan bin Ziyad iaitu al-Muharrar dan juga Kitab al-Amali yang diriwayatkan dari Al-Qadhi Abu Yusof.
3) Al-Waqi'at wa al-Fatawa
Iaitu kitab yang mengandungi persoalan2 hukum yang dikeluarkan oleh Imam2 Mujtahid Mazhab yang terkemudian, dimana tidak terdpt sebrg riwayat tentangnya dari ulama' mazhab terdahulu. Antara pemilik kitab2 di martabat ini adalah :
'Isam bin Yusof, Ibn Rustam, Muhd bin Sama'ah, Abu Sulaiman al-Jurjani, Abu Hafs al-Bukhari.
Manakala kitab terawal mazhab Hanafi yang menggabungkan fatwa2 adalah kitab An-Nawazil oleh Al-Faqih Abu Laith as-Samarqandi dan diikuti oleh ulama'2 lain.
Antara individu yang termashyur dgn penulisan dan meriwayatkan Feqh Hanafi slps Muhd dan Abu Yusof adalah :
'Isa bin Aban (w 220 H), Muhd Bin Sama'ah ( 233 H), Hilal bin Yahya (245 H), Al-Khasof (261 H) serta Imam Abu Ja'afar at-Thahawi (321 H).
Antara kitab2 mazhab Hanafi (disamping kitab utama di atas) yang sering dijadikan rujukan oleh para ulama' masa kini dan dalam penulisan2 tesis ilmiah adalah :
a) Al-Kafi, Abu Fadl al-Marwazi (al-Hakim al-Syahid)
b) Al-Mabsut, Imam Shamsuddin al-Sarakhasi (490 H)
c) Tuhfah al-Fuqaha', Abu Bakar as-Samarqandi (540 H)
d) Al-Badai' as-Sonai', 'Alauddin Abu Bakar al-Kasani (587 H)
e) Al-Hidayah, Ali Bin Abi Bakr al-Marghinani ( 593 H)
f) Al-Ikhtiyar li ta'lil al-Mukhtar, Abdullah Bin Mahmud al-Mawsili (683 H)
g) Al-Bahr al-Ra'iq, 'Abdullah Bin Ahmad an-Nasafi ( 710 H)
h) Tabyin al-Haqa'iq, Uthman bin Ali Az-Zailai'ie (743 H)
i) Fath al-Qadir fi Syarh al-Hidayah li al-Marghinani, Muhd bin Abd Wahid ( Kamal Ibn Humam) - (861 H)
j) Ar-Rasail al-Zainiyah fi Fiqh al-Hanafiah, Ibn Nujaim (970 H)
k) Al-Fatwa al-Hindiyyah, kumpulan Ulama' India bermazhab Hanafi (1070 H)
l) Radd al-Muhtar 'ala ad-Durr al-Mukhtar, Al-Allamah Muhd Amin Ibn 'Abidin (1252 H)
Demikianlah beberapa buah kitab feqh Hanafi yang sering menjadi rujukan para ulama' pelbagai bidang apabila ingin mengetahui pandangan mazhab Hanafi. Ringkasnya, kitab muktamad mazhab Hanafi adalah al-Kafi oleh al-Hakim dan Al-Mabsut oleh Imam al-Sarakhasi.

Mazhab Maliki
Kitab2 utama Mazhab Maliki digelar Al-Ummahat. Kitab Ummahat di dalam mazhab Maliki adalah spt berikut : ( Rujuk Mawahibul Jalil karangan al-Hattab, hlm 7)
a) Al-Mudawwanah al-Kubra, Imam Malik Ibn Anas (w 179 H), melalui riwayat Sahnun (w 240 H)
Ia merupakan kitab terbesar di dalam mazhab Maliki. Terdapat 30,200 masalah Feqh sbgmn yang disebut oleh Imam Al-Ma'zari al-Maliki (536 H) dalam kitabnya Taklil ad-Durar.
b) Al-Mustakhrajah, Muhd Bin Ahmad al-Atabi al-Andalusi. Di dalamnya terdpt pelbg masalah feqh yang agak pelik dan syaz, walaupun demikian, kitab ini menjadi pegangan Ulama' Malikiah spt Ibn Rusd al-Hafid ( 595 H).
c) Al-Mawaziah, Muhd Bin Ibrahim al-Iskandari, dikenali sbg Ibn Mawaz/Muwaz.
- Kitab ini juga merupakan kitab agung yang dikarang oleh Ulama' Maliki serta dianggap yang paling shohih. Paling lengkap serta diakui terbaik oleh al-Qabisi berbanding semua kitab Maliki. Ia berkata, asalnya kitab ini dikarang oleh pengarangnya untuk menjadi kitab panduan Mazhab dalam masalah furu'.
d) Al-Wadihah fi Sunan wa al-Fiqh, Abd Malik Bin Habib al-Salmi.
Antara kitab2 Feqh Maliki yang sering menjadi oleh Ulama' semasa adalah seperti berikut :
a) Al-Mudawwanah, Imam Malik ( 179 H)
b) Al-Isyraf 'ala Masail al-Khilaf, al-Qadhi Abd Wahab Ali al-Baghdadi (433 H)
c) Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid, Ibn Rusd al-Hafid (595 H). Adakalanya dianggap sbg kitab Feqh Perbandingan.
d) Al-Furuq, Ahmad Bin Idris al-Qarafi (684 H)
e) Az-Zakhirah, Ahmad bin Idris Al-Qarafi (684 H)
f) Tabsirah al-Hukkam Fi Usul al-Aqdhiyah, Ibn Farhun (799 H)
g) At-Taj wal-Iklil Li Mukhtasar Khalil B. Ishak al-Maliki (w 776 H), oleh Abu Abdullah Muhd Bin Yusof al-Mawaq (897 H)
h) Mawahib al-Jalil Syarh Muhktasor Khalil, Muhd bin Muhd al-Hattab (953 H)
i) Al-Syarh al-Kabir 'ala Mukhtasar Khalil, Ahmad Dardir (1201 H)
j) Hasyiah ad-Dusuqi 'ala syarh al-Kabir lid Dardir, Muhd ad-Dusuqi (1230 H)
k) Hashiyah al-Amir,Muhd Bin Muhd as-Sinbawi Al-Amir (1232 H)
l) Fath al-Ali al-Malik, Abu 'Abdullah Ahmad 'illisyh (1299 H)
m) Manh al-Jalil Syarh Muhktasor Khalil, Abu 'Abdullah Ahmad 'illisyh (1299 H)
n) Fath al-Rahim 'ala fiqh al-Imam Malik bi al-Adillah, Muhd Bin Ahmad as-Shanqiti.
Begitulah beberapa buah kitab feqh mazhab yang menjadi tumpuan, kitab muktamad feqh Maliki yang utama adalah al-Mudawwanah al-Kubra.

Mazhab Syafie
Sebelum penulis mendedahkan nama2 kitab utama dan muktamad dalam mazhab Syafie, adalah terlebih elok kiranya, diperjelaskan terlebih dahulu beberapa istilah penting yang sering terdapat di dalam kitab2 feqh Mazhab Syafie, ini amat penting bagi memahami kandungan feqh Syafie. (Rujuk al-Muhazzab fi Fiqh al-Syafie, Imam As-Syirazi (w 476 H) Juz 1, hlm 30)
1) Al-Adzhar
- Iaitu pandangan yang lebih kuat daripada 2 atau lebih pandangan yang datangnya dari Imam As-Syafie. Iaitu apabila perselisihan kedua2 pandangan itu sama2 berdiri di atas dalil yang kuat. Bagi mentarjih antara pandangan seumpama ini disebut al-adzhar.
2) Al-Masyhur
- Iaitu tarjihan dari dua pandangan Imam Syafie, dimana kedua2nya berdalilkan dalil yang lemah. Maka tarjihnya disebut al-Masyhur.
3) Al-Asah
- Iaitu hukum Feqh (pandangan ) yang lebih kuat dalam mazhab Syafie di antara pelbagai pandangan dari pelbagai ulama Syafie. Yang mana semua pandangan mempunyai dalil yang kuat, maka ketika itu, pandangan yg terkuat disebut al-asoh.
4) As-Shohih
- Iaitu pandangn yg benar daripada pelbagai pandangan ulama' mazhab, yang mana lawannya adalah pandangan dhoif.
5) An-Nas
- Iaitu ayat yang tercatat di dalam kitab2 Syafie, dinamakan Nas krn ianya marfu' kpd Imam Syafie, iaitu dari kalamnya.
6) Al-Mazhab
- Iaitu pendapat yang Rajih ketika wujud ikhtilaf ulama' ashab al-wujuh spt al-Ghazali, al-Qaffal ( sila lihat martarabt ulama' menurut Syafie selepas ini).
7) Al-Takhrij
- Iaitu Imam Syafie menjwp dgn 2 hukum yang berbeza dalam dua bentuk soalan yang hampir serupa. Tidak jelas perbezaan antara keduanya. Bgmnpun yang lebih tepat, pandangan seumpama ini tidak dinisbahkan kpd Imam Syafie. Demikian menurut Imam Syirazi ( lihat al-Majmu' 1/73, Mughni al-Muhtaj 1/21)
8) Sebutan bagi pandangan Dhoif ( yang lemah)
- Bagi menzahirkan kedhoifan pendapat, maka akan digunakan beberapa lafaz berikut:
a) Qila kaza
b) Wa fi qawl kaza
c) Ruwiya
Selain istilah2 di atas, terdpt juga istilah2 yang kerap digunakan, berikut disertakan maksud bagi setiap istilah:
a) Syeikhain : Iaitu Imam An-Nawawi (656 H) dan Imam Ar-Rafie (623 H)
 c) Al-Qadhian : iaitu Qadhi Al-Mawardi (450 H) dan Qadhi Ar-Ruyani
d) Al-Imam : iaitu Imam al-Haramain ( Imam Abd Malik Bin Abu Muhd Al-Juwaini- 478H)
e) As-Shuyukh : Iaitu Al-Nawawi, Ar-Rafie dan Tajuddin Al-Subki (771 H)
f) Apabila Khatib as-Syarbini (977 H) sohib kitab al-Iqna' dan Mughni al-Muhtaj mengatakan 'syeikhi' maka ia bermaksud Muhd Bin Ahmad Ar-Ramli.
g) Syeikh al-Islam : Iaitu Imam Zakaria al-Ansori (926 H)
h) Hujjat al-Islam : Iaitu Imam Abu Hamid al-Ghazali (505 H)
Pembaca juga mesti mengetahui kedudukan para ulama' Syafie, ianya amat penting dlm menentukan pendapat siapa yang lebih kuat dan akan diikuti dlm mazhab jika berlaku pertembungan. Ia adalah seperti berikut:
Pendapat yang muktamad dalam mazhab Syafie dari kalangan Mutaqaddimin (ulama' silam), ialah Al-Imam An-Nawawi (656 H) dan Imam ar-Rafie (623 H)
Apabila bertembung pendangan mereka berdua, maka diutamakan pandangan Imam Nawawi drpd Rafie. Apabila bertembung pandangan Nawawi dgn pandangannya dari lain2 sumber tulisannya. Maka kitabnya menurut tertib I'timad dlm mazhab seperti berikut :
1) At-Tahqiq
2) Al-Majmu' Syarh al-Muhazzab
3) Al-Tanqih
4) Rawdah al-Tolibin
5) Minhaj al-Tolibin
6) Al-Minhaj Syarh Shohih Muslim
7) Tashih at-Tanbih
Sebagaimana disebut tadi, selain Nawawi, Ulama' yang dipegang dari kalangan mutaakhirin adlh Imam ar-Rafie ( 623 H), khususnya kitab 'Fath al-Aziz Syarh al-Wajiz lil Ghazali. Manakala dari kalangan Ulama' Mutaakhirin ( terkemudian) yang menjadi sumber pegangan mazhab syafie yang utama ialah : Bagi Ulama' Mesir - mereka memegang qawl As-Syeikh Muhd Bin Ahmad Ar-Ramli (1004 H) dalam kitab2nya terutamanya kitab 'Nihayat al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj'. Sesungguhnya kitab ini telah dibacakan kpd hampir 400 orang ulama' Syafie, serta telah diperkemas dan dikritik oleh mrk. Lalu ia telah sampai had mutawatir dlm kebenaran kandungan mazhab Syafie.
Bagi Ulama' Hijaz, Syam (Syria, Jordan, Lubnan, Palestin), Hadramaut, Yaman dll. Mereka memegang (I'timad) qawl As-Syeikh Ibn Hajar al-Haitami (962 H) khususnya dalam kitabnya Tuhfat al-Muhtaj bi syarh al-Minhaj. Sbgmn kitab oleh Ar-Ramli tadi, demikian juga kitab oleh Ibn Hajar ini, ianya dibacakan kpd ratusan ulama' Syafie.

Sekiranya bertembung qawl ar-Ramli dan Ibn Hajar al-Haitami..sekiranya mufti dr kalangan ahli Tarjih, maka bolehlah ditarjihkan mana2 pandangan dari keduanya. Kiranya tidak, mestilah melihat kpd si penyoal, iaitu di tahap org awam atau berilmu dan sbgnya, lalu bolehlah ditarjihkan pandangan menurut keadaan si penyoal. ( Majmu'ah Sab'ah Kutub al-Mufidah, Syeikh Alawi as-Saqqaf as-Syafie, ms 38)
Banyak lagi maklumat berkaitan kitab mu'tamad serta istilah2 yang perlu diketahui oleh pembaca sebelum dpt memahami kandungan kitab serta mazhab Syafie dgn sempurna, untuk mengetahuinya boleh pembaca merujuk kitab berikut :

A) Al-Fawaid al-Madaniah fi Bayan Ikhtilaf al-Ulama' as-Syafi'iyah, al-Allamah Muhd Sulaiman al-Kurdi (1194 H)
B) Al-Ibtihaj fi Bayan Istilah al-Minhaj, al-Allamah Ahmad B. Abu Bakar Al-Alawi al-Hadrami (1343H)
C) Al-Fawaid al-Makiyyah fi al-Masail wa ad-Dawabid.., Al-Allamah Sayyid Alawi As-Saqqaf (1335 H)
D) Al-Mazhab 'Inda as-Syafi'iyyah, Prof. Dr Muhd Ibrahim (Univ. Umm al-Qura, Mekah)
Susur galur kitab utama Syafi'e
Terdapat 2 buah kitab asal Syafi'e iaitu :

a- Al-Hujjah iaitu kitab beliau yang ditulis semasa berada di Baghdadl, ianya ibarat kitab yang mengandungi 'qawl qadim' (pendapat lama) Imam Syafi'e. Kitab ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad Bin Hanbal (241 H), Imam Abu Thaur, Az-Za'farani dan al-Karabisi.
b- Al-Umm iaitu kitab beliau yang dikarang ketika berada di Mesir, ibarat kitab yang mengandungi 'qawl jadid' bagi mazhab Syafie. Ia diriwayatkan oleh Imam Yusof Bin Yahya Al-Buwaiti (231 H) , Imam Ismail Bin Yahya Al-Muzani (264 H), Ar-Rabi' al-Jizi dan Ar-Rabi' Bin Sulaiman al-Muradi(270 H).
Terdapat 4 kitab asal Syafie yang menjadi aliran utama ilmu2 Al-Syafie. Iaitu Kitab Al-Umm, Al-Imlak, Mukhtasar al-Buwaiti dan Mukhtasar al-Muzani.
4 kitab ini diringkaskan oleh Al-Imam al-Haramain al-Juwaini (450 H) lalu diberi nama ' AL-NIHAYAH'.
Kitab ini kemudian dringkaskan oleh Al-Imam Abu Hamid al-Ghazali (505 H) yang mewrupakan anak murid Imam Haramain kpd 'AL-BASIT dan kemudian beliau meringkaskannya lagi kpd 'AL-WASIT' dan beliau ringkaskan lagi kpd 'AL-WAJIZ' dan kemudiannya kpd 'AL-KHULASAH'.
Kitab 'al-Wajiz oleh al-Ghazali tadi pula di syarah oleh As-Syeikh al-Imam Ar-Rafi'e lalu diberi nama 'FATH AL-'AZIZ' , Kemudian diringkaskan oleh Imam An-Nawawi kpd 'RAWDAH AL-TOLIBIN', dan kemudian diringkaskan pula oleh Ibn al-Muqri kpd 'AL-RAWD.
Kitab al-Wajiz tadi juga, pada masa yang sama diringkaskan juga oleh Al-Imam Ar-Rafie (Rafie meringkas dan mensyarah kitab al-Wajiz) lalu diberi nama 'AL-MUHARRAR' kemudian diringkaskan juga oleh An-Nawawi kpd MINHAJ AT-TOLIBIN, kemudian diringkas pula oleh Syeikh al-Islam Zakaria Al-Ansari kpd 'AL-MANHAJ' dan seterusnya diringkaskan lagi oleh Al-Jawhari kpd AL-NAHJ.
Demikianlah susur galur beberapa kitab utama Mazhab Syafie dan alirannya yang diambil drpd Imam Syafie, sohib al-Mazhab.
Sebagai ringkasan dan tambahan, berikut kitab2 utama mazhab Syafi'e yang sering menjadi tumpuan utama para ulama' setiap zaman.
1) Al-Umm, Imam Muhd Bin Idris al-Syafi'e
2) Al-Wajiz, Imam al-Ghazali
3) Fath al-'Aziz, Imam ar-Rafie
4) Al-Majmu', Imam An-Nawawi, serta semua kitab2 beliau.
5) Tuhfat al-Muhtaj, Imam Ibn Hajar al-Haitami
6) Nihayat al-Muhtaj, Imam Muhd Ar-Ramli ( di gelar Syafi'e Soghir)
7) Al-Hawi al-Kabir Syarh Mukhtasar Al-Muzani, Al-Imam al-Qadhi Muhd Bin Habib Al-Mawardi (450 H)
8) Tuhfat al-Tullab Bi Syarh Tahrir Tanqih al-Lubab, Syeikh al-Islam Abu Yahya Zakaria al-Ansari (926 H).
9) Mughni al-Muhtaj ila ma'rifat AlFaz al-Minhaj, Muhd bin Ahmad As-Syarbini al-Khatib (977H)
10) Al-Iqna', Muhd bin Ahmad As-Syarbini al-Khatib
11) Al-Muhazzab, Imam Ishak Ibrahim Bin 'Ali Al-Syirazi (476 H).
12) At-Tanbih, Imam Ishak Ibrahim Bin 'Ali Al-Syirazi (476 H).
13) Khoshiyah al-Bajuri 'ala syarh Ibn Qosim, Ibrahim Bin Muhd al-Bajuri (1277 H)
Satu perkara lagi yang wajib diketahui oleh pengikut mazhab Syafie adalah turutan para Ulama' Syaf'ieyyah apabila berlaku pertembungan di antara kitab muktamad mazhab Syafie iaitu Nihayatul Muhtaj dan Tuhfat al-Muhtaj. Turutan pegangan apabila pertembungan antara dua kitab tersebut (masalah yang tidak dpt ditarjihkan) adalah spt berikut :
1. Merujuk kepada pendapat Syeikh al-Islam Zakaria al-Ansari.(926 H)
2. kemudian Al-Khatib As-Syarbini (977 H)
3. Hasiyah az-Ziyadi
4. Hasiyah Ibn Qasim (918 H)
5. Hashiyah 'Amirah 'ala Syarh Jaluluddin, Shihabuddin Ahmad Al-Barlisi (957 H)
Demikianlah, turutan ulama' mutaakhirin dari mazhab Syafie. Ringkasnya, kitab Muktamad dalam Mazhab Syafie adalah Al-Majmu', Fath al-Aziz, Nihayatul Muhtaj dan Tuhfatul Muhtaj.

Mazhab Hanbali
Mazhab Hanbali, merupakan aliran yang paling sukar untuk mendpt kesatuan riwayat pendapat2 dari Imam mereka iaitu Imam Ahmad Bin Hanbal. Ini adlah krn Imam Ahmad amat tegas melarang anak2 muridnya dr menulis perkataannya. Justeru, sekiranya pembaca mengamati mazhab ini, akan didapati pendpt yang disandarkan kpd Imam Ahmad bercabang2 dan lebih dr satu pendapat dlm satu masalah. Bgmnpun penulis hanya akan menumpukan kpd kitab2 yang dianggap muktamad dlm mazhab dgn mengenepikan perbincangan mengenai kepelbagaian pendpt Ahmad tersebut.
Penulisan kitab pertama yang mengandungi fatwa2 Imam Ahmad ialah kitab Al-Jami' oleh Abu Bakar al-Hilal, demikian menurut Ibn Jawzi al-Hanbali di dlm Al-Manaqib (hlm 618), juga Ibn Qayyim al-Jawziah dalam A'lam al-Muwaqqi'ien (1/29).
Kemudian diperkemas pembukuan dgn digabungkan percanggahan, mentarjihkan pandangan dll ini dilakukan oleh anak murid Abu Bakar Hilal iaitu Abu Bakar Abd Aziz, kemudian usaha diteruskan oleh anak muridnya pula iaitu Abu Abdullah Al-Hasan Bin Hamid atau Ibn Hamid, dgn usahanya yang hebat lalu muncullah sebuah kitab yang diberi nama Al-Jam' fi al-Mazhab. Mencecah 400 juzu'!. Antara nama2 periwayat pendapat Imam Ahmad ini terdpt di dalam kitab Tabaqot al-Hanabilah oleh al-Qadhi Abu Husain Al-Farrak, pd bibliografi Abn Hamid no 638.
Ringkasnya kitab2 atau ulama muktamad di dalam mazhab Hanbali menurut turutan keutamaan adalah spt berikut (rujuk Syarh al-Zarkasyi ala Muhktasar al-Khiraqi, Muhd Bin Abdullah al-Zarkasyi al-Hanbali (772 H) hlm 29, cet Maktabah al-Ubaidat):
1. Al-Mughni oleh Abdullah Bin Ahmad Bin Quddamah al-Maqdisi (620 H)
2. Al-Muharrar oleh Abu al-Barakat al-Majd Ibn Taimiyah
3. al-Syarih
4. Al-Furu' oleh Ibn Mufleh
5. Al-Qawaid al-Fiqhiyyah oleh Ibn Rejab
6. Al-Wajiz oleh Al-Hussain ad-Dajili
7. Al-Ri'ayatain oleh Ibn Hamdan
8. An-Nuzum
9. Al-Khulasah
10. Syeikh al-Islam Taqiyuddin Abu al-Abbas Ibn Taimiyah al-Harrani
11. Tazkirah oleh Ibn 'Abdus
Mereka semua telah menyunting kalam para ulama' terdahulu serta meletakkan qawaid (kaedah2) bg mazhab.
Secara ringkasnya, berikut adalah kitab2 pegangan utama oleh ulama mutaakhir dlm mazhab Hanbali:
1. Al-Mughni syarh Muhktasar al-Hiraqi, Abdullah Bin Ahmad Bin Quddamah al-Maqdisi (620H)
2. Al-Muharraar fi Fiqh 'ala mazhab Al-Imam Ahmad, Abu Al-Barakat Al-Majd Abd Al-Salam B. Abdullah Ibn Taimiyah al-Harrani (652 H)
3. Al-Furu', Muhd Bin Mufleh, Ibn Mufleh (623 H)
4. Tashih al-Furu', Ala'uddin Sulaiman al-Maqdisi (855H)
5. Al-Ifsoh 'an Ma'ani as-Shihoh, Yahya Bin Muhd al-Hubairah(560 H)
6. A'lam al-Muwaqqi'ien, Muhd Bin Abu Bakar, Ibn Qayyim nal-Jawziyyah (751H)
7. Majmu' al-Fatawa, Abu Al-Abbas Taqiyuddin Ibn Taimiyah al-Harrani ( 728 H)
8. Kassyaf al-Qinaa' 'an Matn al-Iqna', Mansur Bin Yunus al-Bahuti (1051 H)
9. Manar as-Sabil fi syarh ad-Dalil, Ubrahim Bin Muhd Ibn Dhawyan.

Demikianlah serba sedikit nama2 kitab utama mazhab Hanbali. Ringkasnya, kitab muktamad Hanbali adalah al-Mughni dan al-Muharrar dan al-Furu'.

4) PENUTUP
Alhamdulillah, diharapkan penulisan ini dpt memberikan manfaat sedikit sebanyak kpd para pembaca bg mengharungi dunia ilmu feqh yang luas.
Sebg akhirnya para pembaca bolehlah merujuk kitab berikut untuk mengetahui lebih lanjut mengenai istilah dan kitab setiap mazhab. Bg Mazhab Syaf'ie, telah pun diutarakan di bahagian atas tadi, maka di sini disertakan rujukan bg mazhab2 selain Syaf'ie :

Mazhab Hanafi
1. 'Aqud Rasm al-Mufti, Al-Allamah Muhd Amin Ibn 'Abidin ( 1252 H)
2. Muqaddimah kitab ' An-Nafi' al-Kabir Syarh al-Jami' al-Shoghir, Al-Allamah Abd Al-Hayy al-Laknowiyy (1304 H)
3. Al-Mazhab 'inda al-Hanafiah, Prof. Dr Muhd Ibrahim

Mazhab Maliki
1. Muqaddimah kitab ' Nur al-Basar Syarh al-Mukhtasar' dikenali sbg Ithaf al-Muqtani' bi al-Qalil Fi Syarh Muhktasar Khalil, Al-Allamah Ahmad Al-Hilali (1175 H)
2. Al-Mustolah al-Fiqhi fi al-Mazhab al-Maliki, Al-Allamah Muhd al-Fadil Bin 'Asyur.
3. Istilah fi al-Mazhab al-Maliki, Prof. Dr Muhd Ibrahim

Mazhab Hanbali
1. Sifat al-Fatwa wa al-Mustafti, al-Imam Ahmad Bin Hamdan (695 H)
2. Al-Insaf fi ma'rifat al-Rajih min al-Khilaf, Al-Allamah Alauddin Sulaiman al-Mardawi (885 H)
3. Al-Madkhal Ila Mazhab Al-Imam Ahmad Bin Hanbal, Al-Allamah Abd al-Qadir Ibn Badran (1346 H)
4. Mustalahat al-Fiqh al-Hanbali, Dr Salim Ali As-Thaqafi.